Kisah Bitcoin Citadel berawal dari sebuah gagasan yang pernah terlontar di forum Bitcoin Reddit di sekitar tahun 2013. Seseorang dengan nama pengguna Luka Magnotta, di forum tersebut melontarkan ide untuk mendirikan benteng Bitcoin, dihuni oleh para pengguna Bitcoin.
Luka Magnotta menuliskan latar belakang ide pentingnya membangun benteng Bitcoin atau Bitcoin Citadel, sebagai sebuah proteksi untuk para pengguna bitcoin. Alasannya, kesuksesan yang telah diraih Bitcoin atas sistem ekonomi yang ada ‘sebelumnya’ membuat pengguna bisa berada dalam ancaman.
Pengguna yang memiliki sejumlah besar Bitcoin, ataupun yang hanya memiliki pecahan satuan terkecil Satoshi, tetap memerlukan proteksi. Transisi perubahan sistem ekonomi, membuat para pemilik Bitcoin perlu membangun proteksi untuk dirinya, dalam sebuah benteng di wilayah tertentu.
Bitcoiner, istilah untuk para pengguna Bitcoin, dirasa perlu untuk merubah identitasnya, dan berkumpul di sebuah wilayah bersama pengguna lain serta membangun benteng. Yang cukup menarik, Luka Magnotta menyebut bahwa tulisan postingan tersebut dikirim dari masa depan. Apakah dirinya benar-benar dari masa depan?
Jawabannya tentu saja tidak. Meskipun dirinya memberikan banyak gambaran bitcoin di masa depan, ada banyak hal yang tentu saja tidaklah sama dengan yang terjadi. Dalam hal ini, Luka Magnotta jelas hanya berimaginasi saja atas kemungkinan-kemungkinan yang terjadi terkait Bitcoin di masa mendatang.
Meski demikian, gagasan tentang Bitcoin Citadel ini menjadi sebuah kisah yang cukup fenomenal. Ide tentang benteng Bitcoin tentu bisa dimentahkan dengan cukup mudah jika bicara soal proteksi dan keamanan, serta terkait dengan teknologi. Banyak hal yang disampaikan dalam gagasan itu juga banyak yang tidak tepat, salah secara konsep.
Disisi lain, ide itu tidaklah seperti sebuah gambaran utopis masyarakat madani, masyarakat mandiri. Justru sebaliknya, gagasan benteng bitcoin itu adalah antitesis dari utopia, yaknis ”distopia“.
Distopia Bitcoin Citadel
Distopia kerap dipandang sebagai antitesis dari ’utopia‘. Istilah utopia sendiri berawal dari karya fiksi Sir Thomas More berjudul ”Utopia“ di tahun 1478-1535. Karya tersebut kemudian dicetak dalam blue printdi tahun 1516.
Masyarakat utopis, adalah lebih mirip seperti gambaran masyarakat madani. Masyarakat ideal yang hidup dengan tingkat kejahatan yang rendah, tanpa kekerasan dan kemiskinan. Semua konsep tatanan masyarakatnya dijalankan dengan sempurna.
Sementara distopia kerap diartikan sebagai kebalikannya. Distopia adalah kumpulan masyarakat yang menakutkan, kriminal, dan tidak diinginkan, penuh situasi menakutkan dan kesusahan dalam masyarakat tak berkesudahan. Tentu saja, tidaklah semudah itu memandang kompleksitas distopia sebagai anti-utopis.
Dalam banyak karya fiksi yang bermunculan setelahnya, distopia justru banyak muncul dengan suguhan yang lebih artistik, meski sama-sama merepresentasikan latar belakang di masa depan. Sebut saja seperti ”Nineteen Eighty-Four“ karya George Orwel, ”Brave New World“ dari Aldous Huxley di tahun 1932, ataupun ”Fahrenheit 451“ karya Ray Bradbury (1953) dan karya lainnya.
Sampai pada karya fiksi distopia berupa Trilogi ”The Hunger Games” yang ditulis oleh Suzanne Collins 2008. Trilogi The Hunger Games lantas meledak setelah diangkat ke layar kaca tahun 2012 dibintangi Jennifer Lawrence sebagai Katniss Everdeen dan Josh Hutcherson sebagai Peeta Mellark.
Dari kebanyakan karya fiksi distopia tersebut, telah banyak menyita perhatian publik atas berbagai situasi yang terjadi. Meliputi sosial ekonomi, politik, agama, norma dan etika, psikologi, lingkungan, sampai pada ilmu pengetahuan dan teknologi.
Gambaran tatanan masyarakat yang ada dalam kisah-kisah fiksi itu digambarkan telah rusak. Distopia muncul sebagai akibat negara berubah menjadi totaliter dan menyebabkan runtuhnya tatanan masyarakat, baik secara sosial, politik, ekonomi, dan penegakan hukum.
Ide tentang benteng Bitcoin, besar kemungkinan banyak terpengaruh dengan kisah-kisah fiksi distopia tersebut. ”Dunia tidaklah seindah yang dibayangkan”. Di situasi yang terjadi saat ini, banyak bermunculan gelombang demonstrasi, kerusuhan dan peperangan, perekonomian diujung tanduk karena meningkatnya utang, kesenjangan sosial yang meninggi, pandemi Covid 19, perilaku penguasa dalam pemerintahan lebih condong menjadi totalitarian.
Luka Magnotta dalam latar belakang ide yang dituliskan, seakan berniat untuk mengatakan, ”sudah kubilang, situasinya akan pahit“. Sebagian yang disampaikan dalam ide itu memang ada benarnya. Bahwa Bitcoin lambat laun akan banyak diterima. Bahkan nilai Bitcoin sendiri meningkat dari tahun ke tahun.
Sebaliknya, situasi tersebut justru akan menjadi ancaman tersendiri bagi para pengguna Bitcoin. Pasalnya, bitcoiner dinilai bakal mendapat tekanan, dan dianggap tidak ubahnya seperti seorang teroris. Penguasa selanjutnya digambarkan akan memburu para pemilik bitcoin, sebagai akibat runtuhnya perekonomian, serta meningkatnya nilai bitcoin.
Kritik Distopia Bitcoin Citadel
Alih-alih memberikan gambaran apa yang akan terjadi di masa depan, ide mendirikan benteng Bitcoin tersebut justru menjadi salah kaprah. Bagaimana bisa para pengguna bitcoin justru menjadi terpusat dalam sebuah wilayah khusus.
Yang ada justru bakal menjadi bumerang atas berbagai insiden yang memungkinkan terjadi. Sentralitas, bahkan tinggal dalam wilayah yang terpusat justru memudahkan untuk diberangus. Ide bitcoin muncul melalui desentralisasi dalam berbagai aspek sebagai satu-satunya proteksi yang memberikan jaminan keamanan paling tangguh.
Tidak sedikit yang memandang, postingan benteng Bitcoin itu justru berasal dari para penipu. Terlepas berbagai motif apa dibelakangnya. Hal itu terbukti bahwa postingan itu kemudian sempat diedit sendiri oleh penulisnya. Sudah ada banyak bermunculan motif-motif serupa yang sebetulnya makin memberikan ide-ide buruk, dalam berbagai platform.
Belum lagi, bagian akhir dalam gagasan yang dituliskan meminta untuk menghentikan Bitcoin. Dirinya juga menyebut bahwa kelompoknya telah memiliki 20 kapal selam nuklir lengkap berniat untuk melenyapkan internet. Sungguh hal yang tidak masuk akal.
Dalam hal ini, yang lebih tepat adalah sisi kreatifitas daya imajinasi penulis. Meski, secara gamblang ide itu justru melebih-lebihkan. Tekanan demi tekanan yang digambarkan bakal dialami oleh pemilik bitcoin tak ubahnya sama seperti bagaimana milyarder bersusah payah untuk berusaha mengamankan seluruh asetnya. Resiko itu jelas sama dialami oleh siapa saja yang memiliki aset bernilai tinggi.
Salah satu latar belakang ide mendirikan benteng disebutkan adalah dampak lingkungan dan Bitcoin sepatutnya tidak dianggap sebagai sebuah investasi. Satoshi Nakamoto sendiri menyebutkan bahwa Bitcoin adalah sistem pembayaran elektronik peer-to-peer. Persepsi ini juga benar, meski demikian, Bitcoin dalam kenyataannya bisa pula berfungsi sebagai pelindung nilai. Hingga bisa diasumsikan sebagai aset digital pelindung nilai seperti komoditas Emas.
Bagi Bitcoin Maksimalis, bitcoin dianggap pula sebagai instrumen investasi yang diproyeksikan untuk menggantikan mata uang kertas, ”Fiat Money“. Kecenderungan maksimalis tersebut kemudian memunculkan sebuah pemahaman kolektif bahwa selain bitcoin adalah buruk, ”Bitcoin, bukan cryptocurrency“.
Membicarakan bitcoin tidak penting apakah sebagai maksimalis, kripto anarki, utopis, ataupun juga distopia, dan segala istilah lain. Semua hal haruslah dilihat secara obyektif. Sama seperti pandangan cryptocurrency selain Bitcoin adalah buruk adalah tidak benar. Kenyataan bahwa bitcoin bisa berfungsi sebagai mata uang, alat pembayaran tunai elektronik, pelindung nilai, aset digital, ataupun juga investasi. Sehingga semua orang bisa merepresentasikan pandangan tentang bitcoin sesuai dengan kebutuhannya sendiri.
Titik temunya adalah bahwa Bitcoin menjadi penting bagi tiap individu sebagai sebuah alternatif, sebagai sebuah pilihan, harapan, atas berbagai macam hal yang memungkinkan bisa terjadi. Perekonomian global yang tidak menentu, bayang-bayang hyperinflasi jelas menjadi resiko yang nyata. Setiap orang, punya hak untuk memiliki pilihan, sebagai proteksi untuk dirinya sendiri.