Azis Syamsuddin, Wakil Ketua DPR RI bidang Koordinator Politik dan Keamanan (Korpolkam) mengusulkan untuk gunakan blockchain pada sistem keimigrasian di Indonesia. Usulan tersebut menindaklanjuti adanya ketimpangan data imigrasi dari Harun Masiku, terduga kasus suap komisioner KPU Wahyu Setiawan.
Harun Masiku diduga telah pergi ke luar negeri untuk menghindari pemeriksaan OTT KPK terhadap Wahyu Setiawan. Sementara dari data yang ada mengungkapkan bahwa yang bersangkutan masih berada di tanah air saat hendak ditangkap.
Belakangan kabar ini lantas menyeruak ke publik. Ujungnya adalah pencopotan Ronny Sompie selaku Dirjen Imigrasi saat itu. Pencobotan jabatan tersebut dilakukan oleh Menkumham Yassona Laoly. Atas peristiwa inilah, yang membuat usulan Asiz Syamsuddin tentang inisiatif penggunaan blockchain untuk imigrasi.
Dikutip dari BeritaSatu kemarin (4/2/2020), Aziz Syamsuddin beranggapan bahwa revolusi sistem keimigrasian di Indonesia ke sistem imigrasi 4.0 dapat menjadi lebih cepat, akurat dan akuntable dengan memanfaatkan teknologi yang tepat.
“Misalnya teknologi blockchain dalam sistem imigrasi 4.0, memudahkan dalam pengawasan dan pencatatan traffic setiap orang yang bepergian keluar negeri atau sedang dalam pengawasan pihak imigrasi, terutama dalam pengambilan keputusan yang memerlukan data yang dapat dipercaya.”
Menurut Wakil Ketua DPR RI bidang Koordinator Politik dan Keamanan (Korpolkam) dari partai Golkar ini, teknologi blockchain untuk sistem imigrasi 4.0 menjadikan administrasi paspor dan visa menjadi lebih aman, cepat, dan mudah.
Rekaman traffic perjalanan setiap orang akan dapat dimonitor langsung. Secara otomatis. Anggapannya, monitoring tersebut bisa dilakukan pada setiap orang. Mulai saat kapan masuk dan meninggalkan bandara, negara mana saja yang telah dikunjungi terakhir kali.
Kemudahan proses monitoring dan penyajian data yang akuntabel itu dinilai Aziz bisa melakukan tindakan migitasi lebih cepat. Misalnya seperti kasuistis adanya kerusakan atau paspor yang hilang. Data tentang keberadaan itu disebut tidak bisa dimanipulasi.
“Sistem ini telah digunakan PBB dalam pemantauan pengungsi dan pencari suaka. Sehingga mereka bisa dilayani dengan baik”.
Bagi Aziz, pemanfaatan teknologi tersebut juga dapat digunakan untuk menghadapi epidemi virus korona di Wuhan.