BitcoinMedia – Lending Binance. Tak ubahnya seperti seorang sopir angkot yang harus menyetor hasil harian, Binance pun berlaku sama yang nampak seolah sedang kejar setoran untuk sang majikan. Setelah membuat berbagai macam varian Stablecoin untuk keruk untung, kini bursa Binance itu membuat program Lending.
Lending adalah umumnya berupa sebuah mekanisme marketing saja. Bertujuan untuk menahan sejumlah unit-unit kripto atau token agar tidak ditransaksikan atau diperjual belikan, dalam tempo waktu tertentu. Penahanan sejumlah unit-unit tersebut dengan harapan tidak ada penjualan dibawah harga tertentu, sehingga relatif bisa memompa harga untuk naik.
Sayangnya, mekanisme seperti ini kerap dijadikan sebuah modus operandi di berbagai kripto bodong, ataupun skema penipuan lain. Lending pada akhirnya banyak pula dipakai di sekian banyak proyek kripto.
Marketing Binance Mirip Gaya MLM
Pola marketing Binance memang sudah berlaku seperti modus kebanyakan MLM. Iming-iming keuntungan secara pasti ini digunakan untuk mencari dana-dana segar pengguna baru. Berfungsi serupa, Lending Binance yang baru ini juga berlaku sama.
Lending Binance berdasarkan posting resmi di halaman blog mereka menyebut jumlah pasti sekitar 15% per tahun dengan kontrak per 14 hari.
Di program lending Binance ini, ditawarkan untuk BNB, USDT, dan juga ETC.
Pola Lending pun, sebenarnya pernah dilakukan di bursa yang cukup jorok sepert di Bursa Yobit. Bedanya, Yobit saat itu menggunakan pola Investbox dibandingkan menggunakan istilah “Lending”.
Namun, secara umum, pola investbox di Yobit berfungsi sama, seperti halnya Lending ala Binance ini. Sejumlah unit-unit kripto / token yang dimaksud disimpan selama jangka waktu tertentu. Agar bisa mendapat imbalan keuntungan pasti yang telah dijanjikan.
Meski demikian, pihak Binance menyebut pola Lending itu hanyalah persoalan hitung-hitungan matematis yang mudah saja.
Walau apapun dalih yang disebutkan, pola-pola memberikan imbalan keuntungan pasti itu memang bukanlah sebuah pertanda yang bagus. Kritik yang didapatkan dari pola lending Binance ini justru memberikan stigma yang kian buruk bagi bursa Binance sendiri.
Pola marketing seperti yang dilakukan oleh Binance pada akhirnya makin membuat bursa itu nampak seperti sebuah pola skema ponzi.
Keamanan Binance Yang Lemah, Binance Chain Sendiri Bermasalah
Sementara Binance sendiri, beberapa bulan terakhir terkesan begitu agresif dalam sisi marketingnya. Pihak Binance yang banyak dianggap cukup berelasi dengan Justin Sun ini sebelumnya sempat membuat platform Stablecoin baru bernama Venus.
Inisiatif stablecoin baru itupun sudah banyak mendapat kritik. Pasalnya memang Binance terkesan begitu menggebu-gebu dalam upayanya untuk menarik minat pengguna di dalam platformnya.
Terkait soal Binance Chain sendiri, pada dasarnya platform tersebut sudah menandakan ada permasalahan yang cukup serius. Di bulan Juli 2019 saja, ukuran Binance Chain yang masih berumur 3 bulan berjalan, sudah mencapai ukuran 582 Gigabyte.
Membengkaknya ukuran jaringan di Binance jelas menunjukkan fakta yang berbeda dari yang diharapkan. Persoalan membengkaknya jaringan Binance hanya dalam tempo 3 bulan tersebut adalah persoalan krusial yang tidak bisa dianggap remeh.
Tidak hanya itu, belakangan Binance juga diketahui sempat terjadi kebocoran data pengguna di sekitar awal bulan Agustus. Peristiwa ini pada akhirnya diamini sendiri oleh pihak Binance, dan benar bahwa telah terjadi kebocoran data di platformnya.
Bursa Binance sejauh ini memang sudah menjadi salah satu bursa kripto besar. Jumlah volume perdagangan kripto di Binance dalam 24 jam terakhir mencapai USD 935 juta lebih. Nilainya berkisar kurang lebih 92.180 BTC. Jika di kurs rupiah mencapai Rp. 13,3 Trilyun, dalam 24 jam terakhir.
Meski demikian, track record bursa satu ini sebenarnya bukanlah sebuah bursa yang bagus. Pasalnya sudah pernah terjadi serangkaian tragedi karena lemahnya keamanan di bursa ini. Di bulan Februari 2018 misalnya, bursa ini sudah menghentikan perdagangan untuk sementara waktu karena masalah keamanan server.
Tudingan terjadi peretasan di bulan Februari itu kemudian ditangkis, dengan alasan hanya ada kesalahan server semata. Sementara pada tanggal 7 Mei 2019, bursa inipun bobol. Kurang lebih USD 83 juta atau sekitar Rp. 1,1 tilyun dalam bentuk Bitcoin lenyap.