Tren CBDC (Central Bank Digital Currency) kian banyak menyita perhatian seiring langkah China kian serius untuk membuat versinya sendiri. Menanggapi tren itu, pemerintah Jepang melalui Bank of Japan menyikapinya dengan penuh pertimbangan.
Dikutip dari Reuter hari Senin (10/2/2020), Kepala Komisi Riset Sistem Perbankan dan Keuangan Partai Liberal Demokrat Jepang, Kozo Yamamoto mengatakan bahwa pemerintah perlu membuat Yen digital dalam dua sampai tiga tahun ke depan.
Partai Liberal Demokrat Jepang cukup agresif untuk menggiring wacana agar pemerintah Jepang segera membuat langkah strategis menerbitkan mata uang bank sentral – CBDC. Setidaknya, wacana untuk membuat versi CBDC Jepang itu mulai muncul di tahun 2018.
Namun jauh sebelumnya di tahun 2016, soal mata uang digital sudah muncul pertama dari inisiatif beberapa pihak bank di Jepang untuk menerbitkan MUFG Coin. Sementara di tahun 2018, pandangan bank sentral Jepang – Bank of Japan (BOJ), sudah memberikan nada yang konservatif. Penuh pertimbangan.
Deputi Gubernur Bank of Japan, Masayoshi Amamiya saat itu tidak terbesit keinginan untuk mempertimbangkan upaya penerbitan mata uang digital untuk bank sentral. Sementara di lain pihak, Partai Liberal Demokrat menilai upaya penerbitan CBDC China, yang dikenal dengan sebutan DECP China berpotensi dalam melawan supremasi mata uang dolar.
Pernyataan itu muncul dari Akira Amari, mantan Menteri Ekonomi sekaligus anggota Partai Liberal Demokrat. Di kesempatan bulan Februari pada forum KTT G-7 tahun 2020, Akira berpendapat bahwa langkah yang diambil China bisa menimbulkan dominasi sattlement mata uang dolar menjadi runtuh. Padahal dunia saat ini dinilai Akari sudah cukup stabil menggunakan Dolar.
Bagi Partai Liberal Demokrat Jepang, upaya China perlu diimbangi oleh pemerintah Jepang. Terlebih jika mengetahui bahwa China sudah memiliki inisiatif proyek OBOR (one Belt one Road), yang kemudian disebut dengan istilah Belt Road Initiative (BRI). Inisiatif Belt and Road China itu dipercaya dapat mempercepat adopsi DECP China dengan koneksi perdagangan di sepanjang Jalur Sutra Maritim.
Namun bagi BOJ melalui Masayoshi Amamiya sejak tahun 2018 lalu menilai bahwa mata uang digital bank sentral tidak mungkin bisa memperbaiki sistem moneter yang ada. BOJ bersikukuh dengan sikap tidak berencana menerbitkan CBDC yang bisa digunakan luas oleh publik sebagai settlement.
Alasan yang paling mendasari Amamiya, bahwa mata uang digital bank sentral hanya bisa berjalan jika bank sentral mengeliminir mata uang kertas dalam sistem keuangannya. Langkah tersebut bukan menjadi salah satu opsi bagi Jepang.
Menurut Amamiya, sampai sejauh ini mata uang kertas atau tunai masih menjadi pilihan paling populer sebagai alat pembayaran. Jika menggunakan mata uang digital, masyarakat akan terus berupaya untuk konversi mata uang digital menjadi tunai. Hal itu akan terus dilakukan masyarakat untuk menghindari pembayaran bunga. Pandangan Amamiya dalam mengatasi suku bunga rendah itu perlu menyingkirkan uang tunai dalam masyarakat, jika menggunakan mata uang digital.
Pernah terbit sebuah dokumen berisi hasil riset penerapan CBDC di tahun 2019 oleh salah satu profesor di sebuah universitas Tokyo bersama pejabat BOJ. Dalam laporan tersebut memuat implementasi CBDC menggunakan dua versi mata uang digital yang masing-masingnya memiliki fungsi berbeda.
Satu versi CBDC untuk digunakan publik oleh masyarakat dalam transaksi keseharian, sementara satu jenis lainnya dipergunakan sebagai settlemen bernilai besar untuk setoran bank sentral saja. Rilis dokumen tersebut guna mencermati pandangan Amamiya tentang CBDC. Sedangkan Deputi Gubernur BOJ itu tetap beranggapan sebaliknya.
Di tahun 2020 ini, Partai Liberal Demokat kian agresif dan berupaya untuk mendesak parlemen tentang upaya penerbitan CBDC. Setidaknya ada 70 anggota di parlemen yang kompak menyuarakan hal senada, seperti dituliskan di Cointelegraph (15/2/2020).
Pertahanan pendapat Amamiya mulai berubah. Akhir bulan Januari lalu, Masayoshi Amamiya menyatakan bahwa Bank Sentral Jepang (BOJ) harus siap untuk mengakomodir rencana penerbitan CBDC. Namun hal itu jika permintaan publik benar-benar melonjak pesat untuk menggunakan mata uang digital.
Bagi Amamiya, pandapatnya yang lalu masih tetap diyakini benar. CBDC tidak memberikann dampak bagi kebijakan moneter yang efektif. Terutama pada suku bunga, aset, hingga pinjaman. Atas dasar itu, rencana penerbitan CBDC masih belum menjadi prioritas. BOJ dinilai masih melakukan pertimbangan terhadap implikasi yang bisa ditimbulkan pada kebijakan moneter dan masalah keamanan.
(gambar: Sofia Terzoni via Pixaby)