Rencana relaksasi lockdown masih baru dilakukan pada tanggal 15 Mei mendatang. Namun pasar saham di Amerika langsung memerah. Kebijakan relaksasi lockdown rencananya dibuka kembali untuk tiga wilayah.
Tercatat sejak hari Selasa waktu setempat, DOW Jones Industrial Average turun sekitar 457,21 poin, atau turun sekitar 1,89% menjadi 23.764,78. Sementara Indek Komposit Nasdaq juga mengalami penurunan 2,06% atau sekitar 189,79 poin menjadi 9.002,55, seperti yang dikutip dari Xinhua hari Rabu (13/5/2020).
Begitu juga yang dialami S&P 500, turun 2,05% atau 60,20 poin menjadi 2.870,12. Setidaknya ada sekitar 11 sektor utama di S&P yang juga ikutan anjlok. Untuk sektor real estate saja turun sampai 4,25%.
Sesaat sekitar jam 1 siang waktu setempat, beberapa saham komponen Dow seperti Walmart menjadi satu dari tiga komponen Dow yang hijau. Ada kemungkinan Walmart ini lantaran saham Bank of America sempat mencapai USD 145 karena ada pertumbuhan signifikan di Amerika Utara dan China.
Namun belakangan saat tulisan ini dibuat, saham Bank of America juga ikut terjun bebas minus 4,94%. Hal yang sama juga terjadi di Citigroup turun 4,53%, JPMorgan Chase turun 3,33%, Morgan Stanley turun 3,76%, dan Wells Fargo turun 8,09%. Pasar tampak merespon negatif pengambilan kebijakan relaksasi lockdown di AS.
Gubernur Andrew Cuomo mengatakan, “Negara bagian New York AS akan mengakhiri lockdown di seluruh Negara bagian pada 15 Mei dengan membuka kembali tiga wilyah dimana pandemic covid 19 menunjukkan tanda-tanda migitasi,” katanya.
Dalam rencana kebijakan tersebut, ada beberapa sektor bisnis yang termasuk akan dibuka. Seperti untuk sektor perkebunan, daerah-daerah pariwisata dan kegiatan seperti tenis juga akan dibuka pada 15 Mei mendatang.
Sementara itu menurut Biro Statistik Tenaga Kerja Amerika Serikat, Indeks Harga Konsumen, CPI, turun sekitar 0,8% di bulan April lalu. Angka penurunan ini disebut menjadi penurunan terbesar sejak Desember tahun 2008 silam.
Dengan kondisi yang ada, The Fed masih terus melakukan kebijakan stimulus dengan nilai besar-besaran. Menurut Michael Matausek, “The Fed akan mulai membeli reksadana obligasi yang diperdagangkan di bursa efek (ETF) untuk pertama kalinya. Ini besar dan lebih banyak stimulus datang ke meja dan semua orang tahu ketika lebih banyak stimulus, anda juga ingin membeli lebih banyak emas”, terangnya.
Kabarnya, The Fed bakal mulai membeli saham ETF yang telah berinvestasi obligasi mulai tanggal 12 Mei nanti. Proses ini melalui Fasilitas Kredit Korporasi Pasar Sekunder. Sementara fasilitas yang dimaksud hanya salah satu dari beberapa alat baru yang dibuat The Fed. Fungsinya hanya untuk meningkatkan pasar.
Beberapa waktu sebelumnya, CEO Social Capital Chamath Palihapitiya sudah berupaya untuk memberi peringatan kepada Bank Sentral AS, The Fed, atas agresifnya kebijakan memberikan stimulus besar-besaran.
Potensi kebijakan pemberian stimulus secara besar-besaran tersebut dapat menimbulkan kondisi super deflasi, dan bisa berujung menjadi kondisi yang sangat buruk. Ciutannya saat itu, menyebutkan kondisi pasar saat ini sedang panas tinggi.
(gambar: @Matt Case via Twitter)