Cryptocompare baru-baru ini merilis laporan Taksonomi Cryptoasset Tahunan (Annaual Cryptoasset Taxonomy Report). Di dalam laporan tersebut mengungkap bahwa hanya ada 16 persen cryptocurrency saja yang sepenuhnya terdesentralisasi.
Selebihnya hanyalah bersifat tersentral, atau masih bersifat semi-terdesentralisasi. Dalam laporan yang dirilis kemarin (17/10/18), Cryptocompare nampak berusaha untuk membuat klasifikasi berbagai macam proyek varian kripto maupun token yang kini sudah berjumlah ribuan.
Terkait dengan klasifikasi yang coba dilakukan itu, Cryptocompare mencoba membuat pendekatan dengan beberapa hal. Seperti sisi kegunaan, mampukah sebagai penyimpan nilai, sedangkan untuk token apakah dikuasai melalui otoritas terpusat, dan juga mengapa memiliki cryptoasset ini.
Sejauh ini, klasifikasi yang paling mudah untuk dilakukan adalah jika hal itu dikaitkan dari sisi dimensi hukum dan regulasi. Dalam kaitan ini, nampak klasifikasi yang dibuat oleh Cryptocompare juga berupaya mengkomparasikan dari sisi hukum. Seperti dari pihak SEC dan juga FINMA (Otoritas pengawas pasar keuangan Swiss).
Sementara hal yang membuat ada hambatan adalah, bahwa stigma cryptocurrency yang telah banyak dipahami selama ini berkarakter terdesentralisasi. Padahal kenyataan saat ini telah banyak berubah. Sebagian besar juga banyak yang menggunakan klaim atau stigma populer tersebut.
Khusus terkait dengan proyek-proyek ICO, dalam laporan itu disebutkan bahwa hanya ada 7 persen saja dari keseluruhan proyek ICO yang bersifat terdesentralisasi. Selebihnya diklasifikasikan sebagai sebuah sekuritas.
Yang cukup menarik adalah, bahwa beberapa institusi seperti SEC dan juga FINMA, telah cukup banyak memahami seluk-beluk dunia kripto yang ada saat ini. Untuk di SEC misalnya, kerap menggunakan Test Howey untuk mengklasifikasikan sebagai sebuah sekuritas atau tidak.
Melalui Howey Test ini, kebanyakan proyek kripto ataupun token dapat diklasifikasikan sebagai sebuah sekuritas. Terutama untuk segmentasi yang kerap menggunakan promotor khusus. Gary Gensler, dari SEC, menyebut bahwa Bitcoin bukanlah sekuritas.
Sedangkan untuk Ethereum dan Ripple diklasifikasikan sebagai sekuritas menurut Gensler. Secara khusus, Gensler juga menyebut diantara Ethereum dan Ripple, yang paling kuat dianggap sebagai sekuritas adalah Ripple.
Namun Peter Valkenberg, direktur CoinCenter kemudian membantah dan mencoba meluruskan dengan mengatakan bahwa ethereum bukanlah diklasifikasikan sebagai sekuritas. Alasannya tidak lain karena elemen vital jaringan ethereum bergantung dari ratusan pengembang, ribuan node, dan jutaan pengguna.
Pada acuan klasifikasi dari FINMA, membuat klasifikasi khusus token dalam tiga bagian berdasarkan sisi fungsionalitasnya. Ketiga klasifikasi tersebut adalah sebagai payment, utility, dan juga asset. Terkait dengan asset ini, dalam pemahaman FINMA, seluruh aset berbasis token akan dimaknai sebagai sebuah sekuritas seluruhnya.
Keseluruhan klasifikasi dari pihak FINMA di Swiss, menyebut bahwa 65 persen dari 100 aset kripto yang ada bersifat utility, 22 persen bersifat sebagai alat pembayaran (payment), dan 13 persen saja yang bersifat gabungan dari keduanya (payment dan utility).