Bursa kripto atau crypto exchange menjadi salah satu ekosistem eksternal dalam dunia cryptocurrency. Pada masa-masa awal, bursa kripto muncul dengan layanan untuk mempermudah akses pengguna kripto. Sayangnya, implikasi dari bursa kripto sendiri memunculkan hal yang negatif, terutama dalam sisi ketergantungan.
Karakter cryptocurrency adalah entitas yang terdesentralisasi. Dalam hal ini, satu-satunya dan yang pertama kali menjadi penginkar karakteristik itu adalah bursa kripto atau cryptocurrency exchanges tersebut. Pasalnya, hampir sebagian besar layanan bursa kripto justru tidak bersifat terdesentralisasi (baca: konvensional dan terpusat).
Ditambah lagi, dari sekian banyak insiden yang terjadi, bursa kripto ini menjadi penyumbang terbesarnya. Tercatat sudah ada 67 kali, jumlah peretasan bursa kripto dari tahun 2011 – 2019. Jumlah peretasan bursa kripto di tahun 2019 paling tinggi dibandingkan tahun 2018.
Tahun 2019 terjadi 25 kali insiden peretasan bursa kripto. Sementara di tahun 2018 hanya ada 18 kali peretasan yang terjadi. Meski demikian, jumlah kerugian akibat insiden tersebut tertinggi adalah di tahun 2018.
Ketika muncul wacana bursa kripto terdesentralisasi (DEX – Decentralized Exchange), sempat dianggap bakal menjadi game changer. Namun lagi-lagi tahap implementasinya masih jauh dari yang diharapkan. Hal ini diperparah juga dengan klaim-klaim sepihak mengatasnamakan DEX. Lantas apa dan bagaimana posisi bursa kripto atau cryptocurrency?
Apa itu bursa kripto?
Bursa kripto adalah pihak ketiga badan usaha dan atau penyedia layanan jual beli bitcoin dan cryptocurrency maupun token. Penyedia layanan jual beli kripto ini merupakan perusahaan pihak ketiga dan tidak terkait dengan sistem inti seperti bitcoin dan cryptocurrency secara umum.
Dalam dunia cryptocurrency, pihak penyedia layanan atau pihak ketiga seperti bursa kripto ini adalah “pihak-pihak yang paling punya kepentingan”. Umumnya penyedia layanan bursa kripto adalah perusahaan, atau bisa juga dari instansi, hingga berbentuk perseoran. Namun ada pula yang berbentuk piranti lunak terdistribusi.
Berbeda dengan Bitcoin yang bersifat terdesentralisasi, hampir sebagian besar bentuk bursa kripto ini justru terpusat. Penyedia layanan ini banyak bergantung pada server-server induk yang terpusat. Oleh sebab inilah yang menjadikan bursa kripto sebagai sasaran empuk oleh penyerang.
Klasifikasi Bursa Kripto
Klasifikasi untuk bursa kripto, dapat dikategorikan menjadi tiga bagian:
1. Bursa Kripto Konvensional
Bursa Kripto Konvensional adalah bursa kripto yang masih menggunakan pola sistem terpusat. Artinya ada server pusat tertentu yang mengendalikan keseluruhan aktifitasnya. Tipikal bursa kripto konvensional ini, disebut juga dengan istilah Centralized Exchanges (CEX).
Bursa kripto konvensional muncul pertama kali adalah MT Gox. Bursa kripto MT Gox ini mulai diluncurkan pada tanggal 17 Juli 2010, berbasis di Shibuya, Tokyo – Jepang. Bursa ini pada awalnya didirikan oleh Jed McCaleb.
Namun kemudian pada bulan Maret 2011, situs bursa kripto MT Gox lantas dijual kepada Mark Karpeles. Seakan ketiban getahnya, situs bursa MT Gox diserang pada tahun 2011. Dan terulang kembali di tahun 2014. Padahal MT Gox sebelum pada akhirnya menyatakan bangkrut, sudah menangani sekitar 70% transaksi bitcoin di seluruh dunia.
Insiden itu menjadi momentum penting dalam sejarah bitcoin (saat itu masih belum ada Altcoin apalagi Tokenisasi). Terutama dalam hal mencermati sisi keamanan bursa kripto sebagai penyedia layanan pihak ketiga.
Ketika MT Gox berpindah ke Mark Karpeles, cukup banyak memberikan kontribusi terutama dalam komunitas bitcoin. Mark Karpeles ini mengiringi bisnisnya dengan menjalankan fungsi edukasi secara penuh. Seperti mengembangkan lebih jauh situs Bitcoin Wiki yang sudah berdiri sejak 14 April 2010 silam. Cukup berbeda dengan kondisi saat ini, hampir sebagian besar bursa-bursa kripto yang ada misi utamanya hanyalah mengeruk keuntungan semata.
Sifat dan Karakter Bursa Kripto Konvensional
- Umumnya didirikan oleh perusahaan tertentu
- Bergantung pada server induk tertentu
- Pihak yang paling punya kepentingan dalam dunia kripto
- Bertujuan untuk mengeruk keuntungan
- Bersifat terpusat
- Pengguna tidak punya hak akses mutlak atas aset digital kripto yang dimiliki
- Pemilik atau pihak bursa memegang kendali keseluruhan aset pengguna yang disimpan di bursa tersebut
- Sebagai sebuah badan usaha, bursa kripto konvensional harus mematuhi aturan yang berlaku di wilayah bersangkutan
- Selalu menjadi biang masalah berkaca dari banyak insiden yang terjadi
- Celah keamanan lebih besar
- Potensi fraud besar, seperti pemilik melarikan diri dan lain-lain
- Pengguna tidak punya jaminan keamanan apapun
Ditambah lagi ketika bursa-bursa kripto konvensional dalam sejarahnya selalu menjadi pusat permasalahan. Misalnya seperti alasan kena hacking, pencurian, sampai bobolnya data pribadi pengguna.
Dari sekian banyak insiden yang telah terjadi, baik pada insiden MTGox dan lain-lainnya, sebagian besarnya memang didominasi oleh bursa-bursa kripto konvensional ini.
“Sebagus apapun sisi keamanan bursa kripto konvensional, bursa itu “TIDAK PERNAH AMAN”. Menggunakan layanan bursa kripto konvensional, artinya anda mempercayakan aset kripto anda sepenuhnya.”
Bagaimana bisa? Karena pengguna tidak punya akses mutlak atas “PRIVATE KEY”. Oleh sebab itu, menyimpan aset kripto di Bursa, sama artinya anda telah mendonasikan aset itu secara gratis.
Lihat disini untuk Daftar Bursa Kripto Konvensional.
2. Bursa Kripto P2P / DEX (Decentralized Exchange)
Bursa kripto P2P atau juga disebut dengan bursa DEX (Decentralized Exchange) berupaya mengembalikan akses mutlak kepemilikan aset kripto kepada pengguna. Dalam hal ini, bursa DEX tidak memegan, mengakses, dan mengelola “PRIVATE KEY” sebagai hak akses mutlak pengguna.
Dilihat dari sisi keamanannya, jelas bursa P2P memberikan sisi lebih dan lebih unggul dalam hal keamanan. Kekurangannya terletak pada tidak begitu populer jika dibandingkan dengan bursa kripto konvensional. Sementara masih belum ada platform bursa DEX yang bisa mengakomodir keseluruhan varian kripto.
Contoh Bursa DEX
Tipikal DEX yang cukup mendekati karakter desentralisasi adalah seperti bursa kripto P2P dari Bitsquare (sekarang berubah nama menjadi Bisq). Bursa ini mulai dikembangkan pertama kali sejak tahun 2014. Lalu merilis versi 0.1 pada tanggal 16 Desember 2014.
Dikatakan cukup mendekati, karena platform Bisq sudah berjalan dalam bentuk aplikasi platform tersendiri yang bisa dijalankan langsung oleh pengguna secara peer-to-peer.
Tidak mudah memang untuk mengimplementasikan bursa kripto yang benar-benar terdesentralisi penuh. Artinya bahkan tidak memberikan campur tangan pihak manapun juga dalam proses transaksi itu.
Oleh sebab itu, pada implementasi Bisq juga masih ada peran yang berfungsi sebagai mediator. Di platform ini, disebut dengan istilah Maker, dan Taker. Namun hak akses mutlak aset pengguna, Private Key, tetap dipegang penuh oleh penggunanya sendiri.
Platform aplikasi Bisq, hanya berperan pasar yang mempertemukan penjual dan pembeli itu secara langsung, peer-to-peer. Bisa dikatakan bahwa pola bursa kripto Bisq adalah yang paling cukup mendekati. Bisq memiliki protokol sendiri agar bursa itu bisa dilakukan secara langsung dengan hak akses mutlak yang tetap dipegang pengguna. Contoh lainnya bisa dilihat pada model bursa seperti LocalBitcoins.
Bursa kripto LocalBitcoins ini mempertemukan penjual dan pembeli secara langsung. Jika diambil analogi yang cukup mendekati, LocalBitcoin seperti halnya layanan OLX di Indonesia. Secara teknis, bursa kripto ini masih bergantung penuh pada situs atau website terpusat. Namun, pembeli tetap memegang kendali penuh atas Private Key mereka.
Munculnya Protokol DEX
Gejolak dinamika bursa kripto P2P mulai diperkuat dengan munculnya protokol-protokol khusus untuk platform DEX. Seperti pada protokol 0xchange, Airswap, Bisq, BitShares dan yang lain-lain. Secara khusus pula protokol tersebut menangani transaksi dengan spesifikasi masing-masing.
Misalnya saja, dari beberapa protokol DEX tersebut, dapat dibedakan dengan kapabilitasnya untuk mendukung varian kripto tertentu atau secara keseluruhan. Sebagian besarnya hanya bisa untuk bitcoin saja, sebagian ada yang bisa hanya untuk menangani varian token saja. Dalam hal ini, untuk menilai karakter DEX dapat dilihat dari jenis protokol yang dipergunakan tersebut.
Pada perjalanan perkembangan DEX, lagi-lagi banyak tidak sesuai seperti yang diharapkan. Muncul banyak layanan-layanan bursa serupa yang menggunakan klaim sebagai bursa kripto terdesentralisasi atau DEX.
Muncul kemudian istilah “Hybrid Crypto Exchange”. Yang dimaksud dengan Hybrid Crypto Exchange ini pada dasarnya berniat untuk memberikan klaim yang lebih baik dari sekedar bursa kripto konvensional pada umumnya.
Pola yang digunakan Hybrid Crypto Exchange diklaim sebagai perpaduan bursa kripto konvensional dan DEX. Sementara dalam tinjauan teknisnya, ketika masih ada pihak tertentu yang memegang kendali penuh, tetaplah bersifat terpusat dan konvensional. Meski demikian, arah perdagangan kripto di masa depan, akan banyak beralih ke pola perdagangan secara langsung.
3. Broker Kripto
Broker kripto ini kurang lebih berpola yang sama seperti bursa kripto konvensional, atau terpusat. Secara khusus, ada pula bentuk broker yang hanya menjual produk CFD atau kripto derivatif.
Artinya, pembeli tidak benar-benar memiliki aset digital tersebut. Dan tidak dapat disimpan dalam wallet pribadi pengguna. Dari beberapa contoh broker kripto yang ada seperti Coinmama, StormGain, CeX, BitPanda, dan juga eToro, yang berperan menjual produk CFD adalah eToro.
Belakangan, muncul juga produk-produk Bitcoin Berjangka. Seperti di bursa CME, BAKKT, CBOE, dan yang lainnya.