Pasar Bitcoin dan crypto saat ini memang lagi hijau-hijaunya. Landasan untuk bisa menerbitkan bursa berjangka Bitcoin dan aset kripto lainnya di tahun 2019 sudah ditetapkan. Namun kemudian wacana bursa berjangka bitcoin seakan tenggelam di telan bumi. Tidak terdengan kabar lanjutan.
Bitcoin dan kawan-kawan saat ini kembali menguat. Harga bitcoin hari ini berada di angka USD 10.252 per BTC. Kembali menguat hingga lebih dari 4% menyusul pidato Gubernur The Fed Jerome Powel Rabu lalu (11/2/2020).
Di saat pasar kripto terlihat mulai sexy kembali, wacana terntang bursa berjangka ini kembali muncul. Penerbitan regulasi dari Babbpebti Nomor 9 tahun 2019 sudah menjadi landasan untuk bisa menyelenggarakan bursa berjangka bitcoin dan aset kripto lainnya. Nampaknya dari tahun 2019 sejak aturan itu muncul hingga sekarang masih belum ada yang memasukkan Bitcoin dkk.
Ternyata, hambatan itu bukan karena tidak ada minat dari pelaku industri. Direktur Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) Donny Raymond sempat memberikan komentar di Kontan (13/2/2020). Menurutnya BBJ sudah siap jika diminta untuk memfasilitasi pasar aset kripto bitcoin dan turunannya.
Tidak hanya BBJ. Anang E Wicaksono dari Manager Learning Center Indonesia – BKDI juga menyatakan hal yang sama. Anang menyatakan bahwa BKDI juga sudah siap untuk menambahkan produk aset kripto. Namun menurut Donny, sejauh ini BBJ masih belum melengkapi persyaratan yang dimintakan oleh Bappebti.
Keterangan Anang dari BKDI di Kontan melengkapi kondisi yang mungkin menjadi hambatan besar. Menurut Anang, Peraturan Bapebbti no 9 tahun 2019 tersebut memuat ketentuan yang memberatkan. Pasalnya dalam aturan tersebut terdapat persyaratan bagi penyelenggara pasar fisik komoditi di bursa berjangka.
Penyertaan modal yang dimaksud pada aturan itu paling sedikit nilainya Rp. 500 milyar. Sedangkan ekuitas yang mesti dipertahankan bernilai Rp. 400 milyar. Padahal, angka tersebut merupakan angka yang sudah direvisi oleh Bappebti.
Dalam aturan sebelumnya no 5 tahun 2019, jumlah penyertaan modal bernilai Rp. 1,5 trilyun. Dengan ekuitas sebesar Rp. 1,2 trilyun. Pandangan Anang, jumlah yang sudah direvisi angkanya sebagai persyaratan itu dinilai masih terlalu berat untuk pelaku usaha.