Serangkaian kebijakan stimulus ekonomi di Amerika Serikat kini tinggal menyisakan masalah untuk beberapa bulan mendatang. Sejak awal sejumlah ekonom sudah banyak memperingatkan bahwa kebijakan yang diambil tidak akan mampu menyelamatkan perekonomian di AS.
Dimulai dari pemangkasan suku bunga acuan oleh The FED di sekitar bulan Maret. Ekonom Alex Kruger memberikan komentar bahwa kebijakan pemangkasan suku bunga yang dilakukan tidak akan mampu menyelamatkan ekonomi Amerika Serikat.
Padahal, pemangkasan suku bunga itu sesaat kemudian diiringi dengan memberikan suntikan dana senilai USD 168 milyar untuk pasar modal. Fakta yang ada, pasar hanya memberikan respon menguat sesaat. Lalu jatuh kembali kemudian.
Ketika pendemi Covid19 mulai menghantam AS, muncul kembali inisiatif untuk memberikan stimulus pasar melalui kebijakan repo The Fed. Sebelum mengundurkan diri dari salah satu kandidat Presiden AS, Bernie Sanders kembali angkat bicara.
Dalam ciutan pribadinya Bernie mengkritik pedas kebijakan The Fed yang hanya condong memberikan proteksi untuk para bankir dan Wall Street saja ketimbang jaminan kesehatan warga Amerika. Hal yang sama juga dilontarkan oleh CEO Wilshire Phoenix, Bill Herrman. Menurutnya kebijakan tersebut sama halnya seperti melempar uang pada kereta barang agar bisa berhenti. Padahal jelas tidak pernah akan berhenti.
Yang ada saat ini para ekonom melihat bagaimana pengaruh beruntun dari kebijakan-kebijakan yang telah diambil oleh Presiden Donald Trump dan juga The Fed. Pengaruhnya justru akan mulai mempengaruhi dalam bulan-bulan mendatang. Bayang-bayang inflasi parah sudah di depan mata.
Ekonomi Global Dibayangi Resesi, Peluang Bitcoin Lebih Besar
Kenyataan itu justru akan berbanding terbalik menjadi pendorong minat terhadap Bitcoin sebagai aset deflasi. Menurut Dr Doom, Nouriel Roubini sendiri, yang tersisa saat ini inflasi akan naik dari level rendah ke level yang paling tinggi.
“Saya selalu mengatakan, ketika resesi berikutnya terjadi, kebijakan moneter akan jadi lebih tidak konvensional.”
Dalam pandangan Roubini, baik di negara maju sekalipun, sedikit kredibilitas kebijakan yang ada akan berakhir pula dengan inflasi yang tinggi, seperti yang dilansir dari Bloomberg (4/5/2020). Bahkan terkait dengan pemulihan pandemic Covid19, dipandang Roubini akan membutuhkan waktu dua atau tiga tahun.
Lamanya waktu untuk proses pemulihan pandemic tersebut beruntun diiringi juga dengan inflasi, hingga depresi. Jumlah penggangguran akan meningkat tajam.
Dalam sebuah makalah yang diterbitkan dari Centre for Economic Policy Research, membayangkan bahwa gambaran situasi ekonomi yang terjadi seperti seusai perang. Makalah tersebut ditulis oleh Charles Goodhart, seorang professor di London School of Economic.
Charles Goodhart menyebutkan bahwa kondisi ketika menangani pandemi dilakukan dengan menyertakan ekspansi moneter dan fiskal secara besar-besaran. “Jawabannya seolah sesudah masa perang, menjadi lonjakan inflasi. Bahkan mungkin lebih dari 5% hingga 10% di tahun 2021,” tulisnya. Di tengah situasi yang cukup pelik atas kondisi ekonomi yang terjadi, akan memicu lompatan adopsi besar untuk Bitcoin.
Seperti yang telah diketahui oleh banyak orang, mata uang digital kripto Bitcoin ini memiliki jumlah supply yang tetap, hanya sebesar 21 juta BTC. Sejak awal, para pengguna bitcoin sudah cukup meyakini bahwa mata uang kripto akan jauh lebih baik di tengah kondisi inflasi yang terjadi.