Pemerintah AS nampak mulai serius untuk menanggapi masalah potensi penggunaan kripto untuk tindak-tindak melanggar hukum. Hal tersebut diungkapkan oleh Departemen Keamanan Dalam Negeri Amerika Serikat yang dirilis resmi hari Selasa (4/12/18).
Inisiatif tersebut berawal sejak adanya laporan dari DEA di sekitar bulan Agustus yang menyebut bahwa 90 persen transaksi kripto digunakan untuk tindak melanggar hukum. Dalam sekian tahun berjalan, Agen DEA kemudian sempat memberikan komentar di Bloomberg bahwa dari yang berjumlah mencapai 90 persen itu kini telah turun hanya 10 persen saja.
Melihat hal tersebut, pemerintah AS mungkin mencoba mengambil langkah antisipatif untuk tetap meminimalisir segala potensi yang ada. Meskipun, pada kenyataannya, sudah cukup banyak orang yang melihat bahwa menggunakan kripto untuk tindak kriminal adalah hal yang konyol, karena justru dapat dilacak dengan mudah melalui blockchain.
Kenyataannya, memang ada varian kripto dengan karakter Privacy Coin. Tipikal varian kripto Privacy Coin ini memang memiliki kelebihan khusus terutama tentang privasi pengguna. Bagi pengguna kripto sendiri, masalah privasi adalah hal yang begitu penting, terutama untuk meningkatkan keamanan.
Departemen Keamanan Dalam Negeri AS, mulai berkeinginan agar pihaknya bisa mencari ruang untuk bisa melakukan pelacakan transaksi yang dilakukan melalui varian Privacy Coin. Awalnya, Departemen Keamanan Dalam Negeri AS merilis permohonan terbuka tertanggal 30 November.
Keinginan pihak Departemen Keamanan Dalam Negeri AS itu tidak lain untuk membuka kesempatan lebar-lebar kepada perusahaan fintech skala kecil (SBIR) FY19 agar bisa membantu pihaknya.
Salah satu hal yang tertulis dalam dokumen tersebut memang spesifik menyoal tentang blockchain, berjudul “Blockchain Applications for Homeland Security Forensic Analytics”, seperti yang dituliskan dalam dokumen H-SB019.1-008.
Departemen Keamanan Dalam Negeri AS bahkan sempat lebih terperinci bahwa aplikasi forensik untuk blockchain yang dimaksud dapat digunakan untuk varian Privacy Coin seperti Zcash dan juga Monero.
Reuben Yap, COO Zcoin memberikan komentar di EB, bahwa landasan keinginan pemerintah AS tersebut berniat untuk meminta bantuan untuk bisa melacak. Reuben menilai bahwa pihak pemerintah sendiri pada dasarnya mengakui bahwa Privacy Coin merupakan sebuah tantangan tersendiri.
Menurutnya, pelacakan tersebut dapat saja dilakukan jika penggunanya sendiri tidak berhati-hati. “Tapi itu tidak akan mudah,” terangnya saat dimintai keterangan.
Tidak hanya sampai disitu, pada hari Kamis dua hari lalu (4/12/18), Departemen Keamanan Dalam Negeri AS kembali merilis pengumuman terbuka. Kali itu, peluang terbuka itu ditujukan kepada startup blockchain terkait dengan memerangi tindakan pemalsuan.
Beberapa hal spesifik yang diinginkan seperti untuk mencegah pemalsuan dokumen, baik identitas wisatawan, identitas kewarganegaraan, imigrasi, pelacakan impor minyak, dan juga pelacakan asal bahan baku impor.