Dalam event Bali Fintech Agenda yang digelar pada Rabu lalu (10/10/18), cukup banyak menyinggung tentang cryptocrrency, termasuk juga Bitcoin dan distributed ledger technology (DLT), yang banyak disamakan dengan sebutan blockchain. Event tersebut dibuka oleh Presiden Jokowi bersama Gubernur Bank Indonesia.
Diskusi panel Bali Fintech yang dipandu Geoff Cutmore dari CNBC itu menghadirkan Menteri Keuangan Sri Mulyani, Christine Lagarde, presiden World Bank Group Dr. Jim Yong Kim, Gubernur Bank of England Mark Carney, dan Lesetja Kutingo dari Bank Sentral Afrika.
Pada seminar tersebut mengawali diskusi panel dengan membicarakan topik kondisi ekonomi global dan isu-isu yang dihadapi termasuk tentang perang dagang yang terjadi. Selain itu mulai membahas tentang tantangan terbesarnya terkait dengan disrupsi teknologi dalam dunia keuangan dan finansial.
Tidak lain yang paling mendapat sorotan utama adalah bagaimana teknologi cryptocurrency yang diawali era Bitcoin telah banyak mempengaruhi sektor finansial.
Presiden World Bank Group, Dr. Jim Yong Kim membuka pernyataannya dengan mengatakan bahwa teknologi distributed ledger (DLT) mempunyai “potensi yang cukup besar”. Kim mengatakan bahwa bank konvensional harus mengikuti perkembangan teknologi inovatif tersebut.
“Ada inovasi dalam dunia teknologi yang dapat membantu melompati generasi dengan praktek-praktek buruk, generasi mendatang akan menggantikan dan mampu mengurangi korupsi”.
Menyoroti tentang potensi besar teknologi cryptocurrency itu, Kim menerangkan bagaimana teknologi blockchain dapat berperan untuk menguragi biaya dan lebih efektif.
“Kita semua tahu bahwa kita sedang berbicara tentang cryptocurrency. Tetapi kami pikir DLT memiliki potensi besar, dan kami juga menerbitkan obligasi berbasis blockchain di bulan Agustus yang telah kami ciptakan untuk mengalokasikan, transfer, dan mengelola seluruh obligasi dengan blockchain”.
Sementara itu, dalam pandangan Direktur Pelaksana IMF, Christine Lagarde, menegaskan dua prioritas utama. Dua hal tersebut adalah memastikan bahwa peran fintech tersebut dapat menyertakan sebanyak mungkin peran dunia keuangan, dan kedua tidak mengganggu stabilitas keuangan.
Dalam laporan IMF seminggu sebelum digelar Annual Meeting, menyebut Cryptocurrency dan teknologinya memang cukup distruptif. Cryptocurrency dianggap sebagai salah satu yang berpotensi kerentanan tersendiri untuk dunia finansial.
Kim kembali meyakinkan bahwa teknologi blockchain cukup penting. Tidak ada keraguan bagi para pemimpin untuk diintegerasikan melalui peran fintech dalam pasar keuangan tradisional.
Sementara menurut Mark Carney, Fintech banyak membantu inklusi keuangan untuk lebih berkompetisi, baik untuk skala micro, medium hingga enterprise. Sistem finansial dapat terbantukan dengan teknologi dan fintech. Inovasi dari cryptocurrency melalui DLT benar-benar telah terjadi.
Terkait dengan hal tersebut, Menurut Mark pihaknya bekerjasama dengan FCA telah merancang framework untuk menjembatani melalui regulasi. Sebagai pemangku kebijakan, memang sudah berkewajiban untuk mendorong ekosistem untuk ranah inovasi itu bisa terus berkembang.
“setelah agenda ini selesai, saya harap dapat langsung ditindaklanjuti apa yang bisa kita lakukan sebagai pihak pamangku kebijakan dalam membantu menciptakan ekosistem untuk inovasi-inovasi tersebut”.
Sikap Indonesia Di Bali Fintech Agenda
Dalam sambutannya di event Bali Fintech Agenda, Presiden Jowoki menerangkan bahwa inovasi telah merubah kehidupan sehari-hari untuk ratusan juta orang di seluruh dunia. Masuknya gelombang besar inovasi membuat kita harus terlebih dahulu menyediakan pelabuhan yang aman.
“Penetrasi internet 25 tahun lalu sudah ratusan kali lebih cepat dan lebih besar. Sudah menciptakan aplikasi dan lebih cepat tersebar”.
Selain itu, menurut Jokowi, regulasi yang tertutup bukanlah kebijakan yang diinginkan. Keterbukaan justru merupakan sebuah standar global untuk di Indonesia. Pelabuhan yang aman tadi bukanlah hanya untuk kebijakan saja, namun kebijakan yang realistis bisa dilakukan di Indonesia.
Sri Mulyani dalam kesempatan Bali Fintech Agenda menyinggung pernyataan Presiden Jowo Widodo, bahwa saat ini dunia sedang menghadapi tantang cepatnya arus teknologi, terutama di sektor keuangan. Sementara hal yang dilakukan pertama adalah memastikan perubahan besar arus itu tidak mengganggu sosial ekonomi.
Menurutnya, kerangka kerja yang dijalankan di Indonesia adalah untuk mampu mempersiapkan dan lebih optimis melihat perubahan besar arus teknologi. Indonesia tidak melihat perkembangan teknologi itu sebagai sebuah ancaman, melainkan kesempatan untuk bergerak maju.
“Sentuhan ringan yang disebut oleh Presiden Jokowi untuk memastikan dan menjaga atau melindungi konsumen sehingga tidak membahayakan stabilitas.”
Menurut Sri Mulyani, Indonesia selama ini juga telah banyak menerima calon investor, seperti Google, Amazon, Alibaba, dan yang lain. Namun menurutnya ada ketidakjelasan untuk institusi keuangan dengan sistem pembayaran. Hal itu karena teknologi yang menjadi basis permukaannya, menjadi tidak jelas karena banyak mencakup di sektor riil.
Sri Mulyani juga menanyakan regulasi apa yang perlu disiapkan, termasuk tentang framework untuk perpajakan dan perlindungan data konsumen. Semua regulasi tersebut juga harus mampu penuh secara formal.