Parlemen Eropa berencana untuk membuat badan baru dalam memerangi tindak pencucian uang, pendanaan teroris, dan tindak kejahatan lain. Sejauh ini, Eropa mendapat tekanan akibat Danske Bank yang terlibat pencucian uang senilai € 200 milyar.
Otoritas di beberapa negara mulai melakukan penyelidikan terhadap Danske Bank tersebut, melalui salah satu cabang di Estonia dari tahun 2007 sampai 2015. Namun, salah satu alasan pembentukan lembaga baru itu, disebutkan juga untuk pengawasan transfer aset virtual, cryptocurrency.
“Pencucian uang, pendanaan teroris, dan tindak kejahatan lain tetap menjadi permasalahan utama yang harus ditangani di level perserikatan,” tertulis dalam sebuah dokumen resmi seperti yang dikutip dari Reuter, Kamis (8/7/21).
Komisi eksekutif Eropa disebutkan juga akan mengusulkan peraturan perundang-undangan Anti Pencucian Uang (AMLA) baru. Nantinya, UU AMLA baru itu akan menjadi pusat pengawasan yang terintegerasi. Melibatkan seluruh otoritas di tingkat nasional.
Dengan peraturan AML baru di Uni Eropa itu, mengikat seluruh anggota di Uni Eropa dalam upayanya untuk memerangi tindak kejahatan. Otoritas di tingkat nasional dapat lebih efektif dalam menegakkan aturan, pengawasan, serta memberikan penilaian resiko yang lebih berkualitas.
Sementara transfer aset virtual, termasuk cryptocurrency, sejauh ini tidak berada di dalam cakupan aturan di Uni Eropa. Dalam dokumen yang sama, kurang jelasnya aturan terkait aset kripto membuat pemilik aset jadi rentan terkena resiko tindak pencucian uang.
Lebih jauh, AML baru di Uni Eropa nantinya akan membuat aturan baru untuk penyedia layanan jual beli aset kripto. Hal itu melibatkan juga untuk akses data penerima dan pembuat transaksi aset kripto yang dilakukan melalui bursa.
(gambar: Mediamodifier via Pixabay)