Parlemen Ukraina baru-baru ini merilis RUU terkait aset digital. Rancangan undang-undang tersebut bakal mengakui Bitcoin CS sebagai sebuah aset digital yang bernilai. Seluruh bursa kripto harus melalui persetujuan otoritas terkait.
Rancangan undang-undang tentang cryptocurrency di Ukraina sebetulnya sudah digagas sejak bulan November tahun lalu. Beberapa revisi kemudian dilakukan. Hingga terakhir, revisi terbaru kemudian diserahkan resmi pada tanggal 9 Juni.
Disebutkan dalam RUU tersebut, bahwa cryptocurrency seperti bitcoin diakui sebagai sebuah aset digital “aset tak berwujud” dan memiliki nilai. Sehingga bisa dianggap sebagai ”obyek sirkulasi sipil“. Aset digital yang berbasis kriptografi, bisa bermanfaat untuk sertifikasi hak properti maupun non properti.
Pada dokumen RUU juga menyatakan bahwa cryptocurrency dipandang sebagai hak obyek sipil. Sementara ada pembedaan secara terperinci perihal instrumen keuangan dengan aset virtual yang dibackup dengan mata uang resmi.
Fokus utama rancangan undang-undang di Ukraina memang untuk memberikan aturan jelas kepada industri bursa kripto. Perusahaan yang menyediakan layanan jual beli cryptocurrency harus mendapat ijin resmi dibawah Kementrian Transformasi Digital di Ukraina.
Salah satu kewajiban pemilik bursa, adalah menyertakan detil struktur perusahaan, dan kesediaan untuk pemantauan transaksi untuk meminimalisir pencucian uang. Ijin diberlakukan secara berkala, hanya untuk per 1 tahun masa berlaku.
Pemerintah Ukraina juga memberikan larangan khusus untuk platform yang berbasis di Rusia. Platform dari Rusia itu dilarang beroperasi di Ukraina. Belum pasti apa yang menjadi sebab musabab larangan tersebut.
Revisi RUU aset kripto di Ukraina tidak berjalan dengan mulus sebelumnya. Ditunjuk sebagai perancang RUU adalah Kementrian Transmormasi Digital, Komisi Sekuritas Saham Nasional (NSSMC), bersama dengan Bank Sentral Ukraina (NBU).
Sementara kritik justru datang dari NSSMC dan NBU. Alasannya, revisi RUU yang baru berpotensi memunculkan kesenjangan yang berujung ketidakpastian hukum. Penyebabnya disebutkan karena belum ada definisi yang jelas sebagai pihak otoritas yang sah, termasuk urusan koordinatif secara langsung di lapangan. Hal lain, karena belum adanya pasal yang menyangkut perlindungan investor. Padahal, aset digital kripto masih belum diakui sebagai alat pembayaran yang sah. Sedangkan disisi lain RUU juga memperbolehkan perdagangan jual beli kripto.