Jika kita membaca situasi kripto terkini di berbagai media, akan nampak tidak berimbang jika tanpa memberikan sudut pandang terhadap instrumen lain di luar dunia kripto sebagai pembandingnya.
Selama beberapa pekan terakhir di bulan Januari, harga kripto mengalami beberapa kali koreksi tajam. Meski koreksi harga kripto secara global seringkali terjadi di bulan Januari dalam beberapa tahun terakhir, namun di tahun ini koreksi yang terjadi lebih dalam jika dibandingkan dalam beberapa tahun sebelumnya.
Sheba Jafari, analis pasar dari Goldman Sach pada pertengahan bulan Januari lalu memberikan analisis tentang potensi koreksi mendalam yang memungkinkan terjadi. Ia menyebut potensi koreksi yang perlu diperhatikan nantinya menyentuh di harga 9.978 usd per btc, atau sekitar 134 juta rupiah per btc.
Setelah harga hampir menyentuh 10.000 usd per btc, beberapa hari kemudian, harga kembali merangkak naik kembali hingga 148,7 juta per btc. Di samping itu, beberapa rentetan peristiwa yang dianggap cukup mempengaruhi kondisi pasar, adalah kontroversi regulasi kripto di Korea Selatan, peretasan bursa Coincheck, hingga kontroversi USDT atau token Tether dari Tether Inc.
Pasar Saham Dunia Juga Terjun Bebas, Total Kerugian mencapai 1 trilyun USD
Dari sekian banyak sorot mata yang mengamati dunia kripto, dan kemudian memberikan beragam komentar diatasnya, pada dasarnya terjadi juga secara global di dunia pasar saham dunia. Pasar saham dunia terjun bebas, kurang lebih total kerugian pasar mencapai hingga 1 trilyun usd, atau kurang lebih 13.498 trilyun rupiah.
Total kerugian pasar yang terjadi secara global itu dipicu dengan kekhawatiran kebijakan baru untuk menaikkan suku bunga gubernur baru Federal Reserve Amerika Serikat. Jerome Powel, akan secara resmi mulai menggantikan Janet Yellen yang telah resmi berakhir masa jabatannya sejak 3 Pebruari 2018 lalu.
Dilansir dari CNBC, indeks S&P 500 turun hingga 3,85 persen. Penurunan di index AS tersebut disebut sebagai penurunan terburuk sejak tahun 2016, menurut Howard Silverblatt, analis senior S&P Dow Jones. Howard menilai, akibat penurunan itu sama artinya telah menghapus total 945 milyar usd dari nilai pasar index. Tertulis di CNBC, saat itu Howard bahkan menunjukkan data kurang lebih sebesar 511 milyar usd yang telah musnah terjadi hanya dalam sehari, pada hari Jumat lalu.
Pasar saham menunjukkan kekhawatiran akan kemungkinan turunnya kebijakan menaikkan suku bunga jauh lebih cepat dari rencana sebelumnya telah diperkirakan terjadi di tahun ini. Sementara itu, hal senada juga dialami di indeks Dow Jones yang bahkan turun hingga 300 poin. Di hari Jumat sebelumnya, Indeks Dow Jones dikabarkan juga telah kehilangan 665 poin.
Sementara di London pun menunjukkan hal yang sama. Indeks 100 perusahaan besar di Inggris yang cukup menguat di bulan Nopember tahun lalu pada akhirnya turun hingga 1,3%. Sedangkan FTSE pun jatuh hingga di level 7.346.
Di Asia, mayoritas indeks saham juga dikabarkan terjadi pelemahan. Indeks Nikkei225 Jepang turun hingga 2,55 persen. Sementara indeks Kospi di Korea Selatan juga turun sebesar 1,33 persen. Disusul juga pada indeks Hang Seng sebesar 1,09 persen.
Sejumlah analis pasar saham banyak menilai ada kepanikan hingga menyulut aksi jual besar-besaran, atas ancaman kebijakan bank sentral AS yang mungkin diambil lebih cepat. Kabarnya, di tahun ini kenaikan suku bunga dilakukan tiga kali, berkisar dari 1.5% hingga 3%.
Beralih ke tanah air, indeks harga saham gabungan IHSG juga melemah. Pada hari senin ini kemarin, IHSG ditutup melemah 39,14 poin, atau sekitar 0,59 persen, berdasarkan pantuan CNN Senin. Sedangkan pasar valuta asing nilai rupiah juga melemah 68 poin, atau sekitar 0,51 persen, menjadi Rp.13.520 per dolar AS.
Berdasarkan RTI infokon, seperti yang dituliskan CNN sehari lalu, investor telah membukukan transaksi sebesar 7,1 trilyun rupiah pada 12,4 milyar saham. Kurang lebih terdapat 123 saham naik, 254 saham turun, dan 92 saham lainnya tidak bergerak. Secara keseluruhan untuk indeks sektoral dilaporkan melemah.
Pasar saham di Indonesia pun nampak begitu harus tunduk sujud kepada tuan besar junjungan raja besarnya, The Fed, atas kebijakan yang bakal diambil. Kondisi pasar lebih banyak mengambil sikap “wait n see”.
Pasar Saham Dunia Terbukti Sama Volatil, atau Justru Lebih Volatil Ketimbang Kripto
Jika selama ini banyak persepsi yang sudah dilekatkan di dunia bitcoin dengan volatilitasnya yang tinggi, namun kenyataan seperti yang terjadi di pasar saham dunia pun sama juga besarnya. Bitcoin dan dunia kripto lebih banyak disorot dengan pandangan yang sinis, namun seakan mengabaikan dengan instrumen lain diluar itu sebagai pembanding yang seimbang.
Satu hal yang pasti jika berbicara dalam konteks Bitcoin dan dunia kripto, justru jauh lebih baik karena tidak harus tunduk sujud dan tanpa harus menghamba kepada The Fed. Salah satu pembanding lainnya, adalah jelas bahwa bitcoin memang mampu bertahan terhadap resiko geopolitik.
Berkaca dalam hal ini, mungkin akan lebih fair jika banyak orang mulai mengajukan pertanyaan namun dalam konteks yang berbeda. Lebih volatil mana antara bitcoin dan fiat money?
(adi)