BitcoinMedia – Tokenisasi STO. Hype tokenisasi STO apakah mulai berakhir? Dari sekian banyak proyek token yang ada, memang sebagian besarnya sudah tidak ketahuan ‘jluntrungnya’. Hal yang sama ternyata juga terjadi untuk proyek-proyek tokenisasi STO di sektor Real Estate.
Dari sekian banyak proyek tokenisasi STO untuk Real Estate yang sudah muncul sebelumnya, ternyata berakhir menjadi produk gagal. Sebut saja seperti yang terjadi pada proyek Harbor yang muncul pertama kali disekitar bulan November 2018.
Padahal saat itu, proyek STO Real Estate yang digawangi oleh Harbor – firma perdagangan yang berbasis di Chicago adalah senilai USD 20 juta. Kurang lebih senilai Rp 281 milyar. Bahkan dibelakang perusahaan itu didukung pula sama Andreessen Horowitz. Waktu pertama diluncurkan, investor dijanjikan bisa membeli asrama megah besar di Universitas Carolina Selatan.
Asrama yang dimaksud tentu saja bukanlah seperti sebuah asrama seperti tempat kost atau apartemen perkuliahan biasa. Disebutkan bahwa fasilitas di asrama ini terdiri dari 14 lantai. Lengkap dengan fasilitas bertaraf dunia. Termasuk juga kolam renang mewah di puncak gedung, hot tub, serta pusat kebugaran seluas 2.200 square foot.
Salah seorang investor penjualan token STO Real Estate dari Harbor itu mengatakan, “Biasanya hal semacam ini diselesaikan sebelum penjualan publik dilakukan … ini tidak masuk akal”, sebutnya saat memberikan komentar di salah satu media. Kabarnya, gagalnya proyek besar tersebut karena tidak mencapai kesepakatan dengan pemilik lahan bersangkutan.
Selain itu, ada kabar pula yang menyebut bahwa kesepakatan kontrak itu akhirnya dibatalkan lantaran sebagian besar pasar untuk sektor real estate banyak mengubah pola bisnisnya. Kembali dengan menjual pada investor secara langsung. TIdak pake token.
Nasib sial ternyata tidak hanya menimpa Harbor. Hal yang sama juga terjadi pula pada proyek yang dibangun oleh Fluidity dan juga Propellr. Proyek tokenisasi STO di Fuidity ini, dibelakangnya didukung oleh Joe Lubin dari Consensys dan juga Michael Novogratz. Selain itu juga mendapat dukungan dari Propellr.
Saat proyek mulai diluncurkan, pihaknya sudah ‘jor-joran’ untuk promosi di berbagai media-media besar. Seperti di Bloomberg, dan juga media besar lainnya. Saat membuat konten video untuk dipublikasikan di Bloomberg, pihak Fluidity memasang sosok broker real estate terkemuka, Ryan Sehant.
Fakta ternyata bicara lain. Kedua proyek yang dibangun antara Fluidity dan Propellr akhirnya batal. Dihentikan tiba-tiba. Kedua perusahaan itupun pada akhirnya saling berpisah. Seperti halnya kedua pasangan yang akhirnya bercerai.
Sam Tabar, pendiri Fluidity sempat memberikan keterangan di Coindesk (26/11/19). Sam mengatakan, Pasar masih terlalu muda di saat itu. Pasar masih tidak banyak diminati institusional”, terangnya. Sejak itu, Fluiditas sendiri disebut mulai mengalihkan fokusnya ke sektor lain. Meski demikian, Fluiditas masih berkutat di tokenisasi. Hanya saja, pihaknya beralih ke sektor pinjaman online dengan memanfaatkan MakerDAO.
Tokenisasi STO Apakah Sudah Berakhir?
Di Amerika, tokenisasi Real Estate dengan STO memang sempat digandrungi. Mulai dari asrama kampus seperti di proyek Harbor, Resor untuk olah raga Ski, sampai apartement mewah. Kondisi itu seakan menandakan kondisi pasar hipotek di AS mulai banyak berubah.
Terlebih ketika masa-masa ICO mulai berakhir selepas tahun 2017 silam. Security Token (STO), istilah yang lantas dibawa untuk proyek-proyek berbasis blockchain baru menggantikan ICO.
STO dianggap mewakili instrumen keuangan yang pas, ramah dengan regulasi. Sehingga cocok untuk digunakan sebagai medium untuk tokenisasi terhadap aset riil seperti halnya real estate. Harapannya memang istimewa. Tokenisasi dipandang menjadi cara yang efektif untuk meminimalisir persinggungan pada saat transaksi jual beli dilakukan. Selain itu dapat merangsang likuiditas di pasar.
Gelora hype yang muncul dengan buaian istilah STO diagungkan dengan impian mampu meraup investor institusional yang lebih besar. Menurut Lippiat – CEO Propellr, “Pasar tokenisasi Real Estate datang membawa janji-janji penuh hiasan mewah”, sebutnya. Alih-alih ingin mendatangkan pasar institusional, yang ada justru menjadi pusat seleksi yang mematikan langkahnya sendiri.
Menurut Lippiat, ketika pihaknya berhasil memiliki aset senilai USD 3 milyar dari tokenisasi itu, ternyata banyak orang yang ingin menumpuk uang untuk mendulang keuntungan dengan cara yang cukup buruk. Ketika pembuat proyek mulai pada tahap untuk memasukkan token itu di pasar, masalah yang terjadi kemudian seperti diibaratkan menjadi masalah ayam dan telur.