Hasil analisis baru dari Chainalysis, penggunaan Bitcoin untuk tindak kriminal menurun 7 persen. Laporan analisis Chainanalisis itu adalah bertajuk “Cryptocrime Report: Decoding Darknet Markets, Hacks, and Scams”.
Selama ini Bitcoin sudah kerap dicitrakan negatif karena dianggap banyak digunakan untuk tindak melanggar hukum, kriminal. Padahal, persepsi semacam itu menjadi cukup tidak berdasar. Bitcoin menjadi lebih mudah untuk ditelusuri, sehingga beberapa analisis terhadapnya memungkinkan untuk menelusuri transaksi-transaksi ilegal. Termasuk hasil-hasil laporan analisis dari Chainanalysis tersebut.
Laporan analisis Chainalysis tersebut berdasarkan analisis dari periode tahun 2012 hingga 2018. Disebutkan, bahwa penggunaan cryptocurrency secara umum, tidak hanya bitcoin, meningkat secara signifikan di tahun 2018. Namun, jumlah itu ternyata jauh lebih kecil dari pasar yang lebih besar. Kenyataannya, secara spesifik untuk penggunaan bitcoin untuk tindak kriminal menurun hingga 7 persen dari tahun 2012 hingga 2018.
Perbandingan Data IOCTA Tahun 2018 – Penggunaan Bitcoin untuk Pendanaan Teroris Justru Lebih Banyak Menggunakan Transfer Antar Bank
Pada tahun 2018, IOCTA merilis hasil laporan analisis tentang potensi penggunaan cryptocurrency untuk pendanaan teroris. Hasilnya cukup mengejutkan, lantaran pendanaan teroris justru lebih banyak menggunakan cara konvensional, transfer antar bank.
Hasil laporan analisis dari IOCTA juga senada dengan hasil laporan analisis yang dirilis oleh Yaya Fanusie dari FDD (Foundation for Defence of Democracies Center). Hasil laporan Yaya Fanusie tersebut menyebut bahwa hanya kelompok-kelompok teroris pinggiran saja yang menggunakan bitcoin dan cryptocurrency. Sementara pendanaan kelompok teroris pinggiran itu disebut Yaya telah gagal.
Pemberitaan Miring Di Bloomberg
Pemberitaan yang termuat di Bloomberg hari ini, memuat tentang hasil analisis dari Chainalysis dengan tendensi menyebut angka penggunaan Bitcoin untuk tindak kriminal mencapai USD 1 milyar. Hal ini pada dasarnya tidak sesuai dengan hasil analisis Chainalysis yang sebenarnya.
Dalam hasil analisanya, Chainanalysis menyebut angka USD 1 milyar itu merupakan total angka insiden peretasan cryptocurrency. Data tersebut pun tidak hanya hasil analisis untuk Bitcoin, Chainalysis merilis analisa juga terkait dengan Ethereum. Modus peretasan terbanyak juga berasal dari bursa-bursa kripto konvensional dengan pola yang terpusat.
Ethereum Mudah Menjadi Modus Scam Dari Proyek ICO
Lebih kontraproduktif, berdasarkan data dari analisisnya ternyata justru ekosistem Ethereum yang menjadi cukup besar digunakan sebagai modus tindak kriminal terbanyak. Chainalysis lebih banyak fokus dalam analisisnya terkait dengan maraknya proyek-proyek scam. Mulai digunakan untuk modus penipuan proyek token baru melalui ICO yang meningkat di tahun 2017.
Disebutkan bahwa 82% persen dari keseluruhan proyek ICO di tahun 2017 dibangun menggunakan Ethereum. Hasilnya, sebagian besar dari proyek tersebut digunakan sebagai modus paling mudah untuk melakukan penipuan, phishing, proyek ICO gagal, maupun skema ponzi. Belakangan, penurunan tindak penipuan dan kejahatan melalui platform Ethereum terjadi lantaran proyek ICO sudah kehilangan popularitasnya.
Pasar Darknet – Pasar Gelap Online
Darknet, atau pasar gelap online ini memang benar banyak menjadi sasaran untuk melakukan tindak kriminal. Namun tentu saja tidak hanya menggunakan Bitcoin saja, banyak juga yang menggunakan mata uang USD atau fiat kertas.
Berdasarkan data Chainanalysis, transaksi di Darknet melalui Bitcoin id sepanjang tahun 2017 memang meningkat tajam. Nilainya mencapai USD 700 juta. Namun kemudian aktifitas pasar gelap online ini mulai turun tajam sampai 60% ketika AlphaBay dan Hansa ditutup pada pertengahan tahun 2017.
Meski memang benar di tahun 2017 jumlah dana yang masuk di Darknet meningkat, namun faktanya pada tahun 2018 menurun. Pada tahun 2018 itu, transaksi Bitcoin untuk tindakan ilegal menurun sekitar USD 515 juta. Trutun sekitar 7 persen dari tahun 2017 yang saat itu mencapai USD 872 juta.
Sebaliknya, dari transaksi bitcoin, melalui perusahaan Chainalysis tersebut, justru dapat lebih mudah untuk melacak transaksinya dengan bekerjasama di beberapa bursa kripto konvensional. Tujuannya agar bisa melakukan tindakan pencegahan yang lebih mudah.
Fakta tersebut sebenarnya menjadi titik poin yang lebih krusial. Karena pada akhirnya modus penggunaan Bitcoin pada dasarnya keliru, sebab justru akan lebih mudah untuk dilacak.
Tidak Pernah Ada Komparasi Analisis Berimbang
Sejauh ini, analisis yang ada dalam penggunaan mata uang, baik fiat maupun dalam bentuk Bitcoin atau cryptocurrency lain secara umum tidak menggunakan komparasi berimbang.
Sebaliknya, penggunaan Bitcoin dalam tindak kejahatan justru lebih banyak membantu dalam penyusunan analisis, mulai dari mencari jumlah total penggunaannya, mengarah kemana saja transaksi itu. Seperti bagaimana Chainanalysis bisa menyuguhkan data analisisnya.
Pada dasarnya, hal tersebut bisa dikatakan masih tidak menggunakan komparasi yang berimbang. Sejauh dari berbagai analisis yang ada, Bitcoin selalu lebih banyak menjadi obyek. Dalam hal ini, tidak pernah ada analisis yang cukup transparan berapa total jumlah USD ataupun mata uang Fiat lain yang dipergunakan untuk tindak kriminal.
Menanggapi pemberitaan di Bloomberg, Jameson Loop memberikan komentar dalam ciutannya. Dalam ciutannya, Loop menirukan headline Bloomberg secara berbeda dengan menuliskan, “Aktifitas Dolar untuk tindak kriminal di black market mencapai USD 1 trilyun tahun ini”.
Alasan itu memang jauh lebih logis, karena selama ini tidak pernah analisis berapa total penggunaan mata uang Fiat seperti USD untuk tindak kriminal atau melanggar hukum.Baru akan dikatakan berimbang, jika analisis tersebut mampu membuat komparasi secara lebih detail, antara total penggunaan Bitcoin, dengan total jumlah USD yang dipergunakan untuk tindak melanggar hukum.