Kepala Departemen Sistem Pembayaran Bank Indonesia (BI), Onny Widjanarko, memberikan komentar tentang cryptocurrency. Menurutnya, bila cryptocurrency ditetapkan sebagai komoditas oleh otoritas terkait, maka harus perlu dijamin dan dipastikan perlindungan konsumennya.
Perdagangan cryptocurrency tetap harus memenuhi aturan Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU/PPT). Selain itu juga memperhatikan sisi perlindungan investor, perlindungan dari fraud, dispute resolution, dan juga manajemen risiko dan tata kelola (governance).
Onny menegaskan, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) harus memenuhi hal tersebut sebelum perdagangan crypto currency di komoditas bursa berjangka. Sebagai alasannya, beberapa negara lain juga melakukan hal yang sama, seperti Jepang dan Korea Selatan.
“Agar kehadirannya tidak membawa mudharat”.
Pada kesempatan hari Minggu lalu, Onny sekali menegaskan komentarnya di Bisnis.com bahwa sikap Bank Indonesia tetap sama yakni tetap tidak diperbolehkan cryptocurrency digunakan sebagai alat pembayaran. Sehingga artinya setiap Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran tetap tidak boleh mentransaksikan atau memproses cryptocurrency sebagai alat pembayaran.
Perlunya prinsip kehati-hatian tersebut harus ditegakkan karena memiliki dampak bagi kestabilan ekonomi. Sejauh ini, anggapan penggunaan crypto currency kerap dikaitkan dengan tindak kriminal seperti pencucian uang maupun pendanaan terorisme.
Menurutnya, aspek knowing your customer (KYC), transparansi dari underlying asset, penggunaan dari pemupukan dana cukup penting dan harus dipenuhi. Selain itu ada juga kekhawatiran dari beberapa negara di G20, IMF, Bank for International Settlements (BIS), dan sebagainya.
Kekhawatiran yang dimaksud adalah bahwa cryptocurrency berpotensi dapat mengganggu stabilitas keuangan. Terlebih dengan volatilitas kripto yang cukup tinggi. “Memang saat ini skalanya tidak besar atau signifikan dibanding instrumen aset global, namun perlu dipantau kecepatan tumbuhnya, diteliti dan disarankan diatur,” ungkap Onny.
Ditjen Pajak Mulai Petakan WP Tak Patuh
Sementara itu, sembari menunggu kepastian regulasi tentang mata uang kripto di Indonesia, Ditjen Pajak juga telah mulai memetakan WP (Wajib Pajak) tak patuh. Langkah Ditjen Pajak ini, adalah sebagai strategi untuk mengoptimalkan implementasi AEoI yang bakal mulai dijalankan pada bulan depan.
Terkait dengan kepastian regulasi untuk mata uang kripto, sampai sejauh ini pihak Bappebti sendiri masih belum secara resmi mengeluarkan aturan perdagangan mata uang kripto di bursa berjangka Indonesia. Padahal, rencana tersebut sudah diproyeksikan sejak bulan Juni yang lalu.
Besar kemungkinan, bahwa nantinya kepastian regulasi tersebut akan turun sepaket dengan aturan tentang penarikan pajak. Bagaimanapun, sampai sejauh ini akan tetap menunggu dari hasil kepastian regulasi mata uang kripto.