BitcoinMedia – Demonstrasi. Kurang lebih hampir keseluruhan pasar kripto secara global saat ini berdarah-darah kembali. Dari 50 urutan teratas kripto dan token, seluruhnya juga turun tajam. Situasi ini juga identik dengan kemelut situasi politik yang terjadi di Indonesia.
Di Indonesia sendiri, situasi yang ada belakangan ini kembali tidak kondusif. Serangkaian penyampaian aspirasi kekecawaan oleh Mahasiswa di berbagai kota besar masih juga berlangsung. Situasi yang belum mereda ini telah berimbas pula pada kondisi perekonomian di tanah air.
Hari Selasa pekan ini (24/9/19) Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga sudah merespon negatif. Pada tanggal itu IHSG sudah melemah ke levvel 6188.770 dari posisi awalnya 6206.199. Penutupan di hari yang sama IHSG tetap merosot hingga 11 persen, seperti yang dikutip dari Republika (24/9/19).
Analis Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus menyebut ada implikasi pelemahan itu karena memanasnya situasi politik di dalam negeri. “Sejauh ini demostrasi yang terjadi sedikit banyak mempengaruhi IHSG, Karena menekan stabilitas politik dalam negeri,” terangnya.
Dari kondisi regional yang memanas, nampaknya ekologi dunia kripto juga ikut-ikutan latah menyikapi kondisi secara global. Mulai dari isu resesi, kondisi perang dagang yang belum mereda, hingga potensi pumping and dumping memanfaatkan momentum BAKKT, termasuk juga isu penurunan hashrate jaringan Bitcoin beberapa hari lalu.
Tentu saja akan terlalu jauh untuk mencoba menarik garis korelasi apa yang terjadi di pasar kripto dengan kondisi kekinian di tanah air. Namun setidaknya, apa yang terjadi secara global sebagai gambaran umumnya, dengan situasi yang di tanah air kian memanaskan kondisi hingga mempengaruhi pula prilaku pasar kripto.
Padahal, secara khusus Bitcoin atas segala isu yang terjadi secara umum bisa lebih tahan terhadap potensi resiko geopolitik. Fakta yang ada bisa jadi telah berubah saat ini. Bagaimanapun juga, para spekulan hingga orang-orang wallstreet telah banyak bermain dan menggunakannya sebagai salah satu instrumen pengeruk untung.
Ditambah lagi, bagaimanapun arus penggerak pasar-pasar kripto masih tidak bisa melepaskan diri dari ketergantungan akan mata uang fiat. Dua kondisi ini akan banyak mempengaruhi dan mempengaruhi resistensi bitcoin yang awalnya dianggap tahan akan resiko geopolitik.
Melihat dari statistik harga kripto di halaman Bitcoinmedia, 50 kripto dan token di urutan papan atas juga menunjukkan pelemahan mendalam. Harga Bitcoin sendiri kini turun hingga menjadi Rp. 115 juta per BTC. Padahal pada awal bulan September lalu harga Bitcoin masih bertahan diatas USD 10.000 .
Dari sekian banyak opini yang beredar, pembukaan bitcoin fisik berjangka oleh BAKKT banyak mempengaruhi pelemahan harga bitcoin secara umum. Spekulasinya, para investor berupaya untuk masuk dan memperoleh harga bitcoin yang jauh lebih murah, agar nantinya bisa mendulang keuntungan lebih besar.
Hal lainnya, adalah opini miring yang sempat muncul tentang anggapan penurunan hashrate Bitcoin beberapa hari lalu sebagai sebuah celah keamanan. Padahal hal ini sebenarnya lebih bersifat insidental teknis yang tidak berkaitan dengan pelemahan sisi keamanan sama sekali.
Ekologi dan Ketergantungan Pada Bursa Kripto Konvensional
Ketergantungan ekologi dunia kripto pada bursa-bursa konvensional menambah runyam situasi yang ada. Padahal, sudah cukup umum banyak diketahui bahwa instrumen naik turunnya harga ini banyak ditopang dengan aksi-aksi internal bursa-bursa kripto sendiri.
Upaya-upaya ini pada akhirnya membuat situasi ekologi dunia kripto menjadi kian bias dengan kepentingan mendulang untung. Baik oleh para pemilik bursa-bursa konvensional, spekulan kelas kakap, hingga mempengaruhi pula perilaku pengguna di pasar.Sejauh ini, sisi edukatif ekologi dunia kripto juga masih belum merata hingga di kalangan awam. Termasuk juga pada resiko-resiko yang bisa ditimbulkan jika harus mempercayakan dalam menyimpan aset digital kripto itu di bursa kripto konvensional.