Dua orang mahasiswa dari Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung (ITB) menyebut bitcoin haram karena banyak mengandung ketidakjelasan (Gharar). Artikel tersebut dimuat dalam Jurnal Sosioteknologi ITB pada bulan April yang lalu.
Pada artikel tersebut menulis beberapa poin penting sebagai simpulan terkait dengan Bitcoin. Pertama, eksistensi bitcoin sebagai mata uang virtual dianggap sah atau legal jika diakui oleh negara. Sedangkan sampai saat ini belum diakui, berarti tidak sah.
Kedua, bitcoin menggunakan teknologi blockchain yang cukup bermanfaat dan revolusioner. Sehingga melampaui teknologi keuangan yang digunakan oleh perbankan. Oleh karena itu tidak bertentangan dengan Islam dan halal hukumnya.
Ketiga, terkait Bitcoin sebagai investasi, dianggap mengandung “maysir” karena ada spekulasi tinggi yang bersifat untung-untungnya. Penulis mengutip pernyataan Bank Indonesia sebaga “gambling transaction”. Sehingga Bitcoin untuk instrumen investasi adalah haram, karena ada sifat gharar dan maysir.
Keempat, bitcoin dalam transaksi bisnis dianalisis dengan “qiyas”. Asumsinya proses jual beli itu diidentikkan dengan jual beli ikan di dalam air. Sehingga keduanya sama-sama memiliki kesaamaan karakteristik. Sehingga mengandung “gharar”. Maka transaksi bisnis menggunakan bitcoin adalah haram.
Dan terakhir, bitcoin dianalissi dengan metode mashalih al-mursalah. Yakni penetapan hukum atas pertimbangan maslahat bagi masyarakat luas dengan menggunakan prinsip mendahulukan untuk menolak mafsadat daripada mengambil manfaat. Karena sikap pemerintah masih tidak ada perubahan, maka bitcoin jatuh pada perkara “Subyat”, yang sebaiknya dijauhi.