Laporan hasil penelitian MIT Sloan School of Management dan State Associates menyebut bahwa kemungkinan besar resesi justru akan terjadi pertengahan tahun ini. Atau kurang lebih enam bulan ke depan. Tahun 2019 kemarin, isu resesi ekonomi memang sudah menyeruak seakan sudah diambang pintu.
Namun berdasar dari hasil penelitian itu berkata berbeda. Sinyal yang menjadi momok perekonomian itu disebut belumlah hilang. Bahkan resesi kemungkinan besar terjadi pertengahan tahun ini. Prosentase kemungkinan tersebut bahkan disebut mencapai 70%, seperti yang tuliskan di CNBC Indonesia (7/2/2020).
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian itu menggunakan pengukuran jarak mahalanobis. Metode ini umumnya dipakai untuk menganalisa tengkorak manusia. Selanjutnya, melalui pendekatan Mahalanobis itu untuk membuat perbandingan kondisi pasar yang terjadi saat ini dengan masa sebelumnya.
Dari empat faktor yang diteliti, produksi industri, upah non pertanian, pasar sahan, serta kurva imbal hasil. Peneliti melakukan analisa tersebut dalam jangka tiap bulan. Termasuk dalam hal mengukur relasi seluruh faktor itu dengan kondisi di masa sebelumnya.
Hasil perbandingan itu diperoleh dari melihat data yang terjadi pada masa perang dunia I. Di tahun 1916 saat itu terjadi resesi. Sementara indek berdasarkan empat faktor tersebut menunjukkan angka naik dari sebelumnya. Dasar tersebut membuat peneliti yakin 70% bahwa resesi akan terjadi pada enam bulan ke depan.
Kroscek dengan kondisi yang ada sekarang, situasi masih menunjukkan hal yang biasa-biasa saja. Tidak nampak ada kontradiksi. Perekonomian di AS juga terlihat tumbuh sekitar 2,1% di kuartal IV tahun 2019 lalu.
Pertimbangan itu menjadi landasan kuat pihak JP Morgan, yang juga punya proyek JPMCoin, memberikan pernyataan berbeda. Kepala Strategis Ekoitas Global dari JPMorgan memberikan komentar di media bahwa latar belakang fundamental itu lebih mendasari pandangannya. Terlebih menurutnya, di AS sendiri dalam waktu dekat bakal melalui proses Pemilu. Anggapannya, tidak sepatutnya mengharapkan terjadi resesi menjelang momentum pemilu tersebut.
Resesi Menjadi Momentum Bitcoin?
Di tahun 2019 lalu, Analis Senior EToro, Mati Greenspan pernah menilai bahwa badai ekonomi saat isu resesi mulai menyeruak gencar saat itu bisa memberikan keuntungan untuk Bitcoin. Alasan yang mendasarinya karena ketika gejolak ekonomi tidak menentu, pasar lebih banyak mencari save heaven.
Wacana lama terkait perbandingan emas vs Bitcoin kembali banyak diperbincangkan. Pendapat Greenspan, antara emas dan bitcoin bukan tidak ada korelasi. Melainkan ada korelasi, hanya saja kaitan antara keduanya masih tidak terlalu kuat.
Pada situasi geopolitik yang ada di tengah gejolak ekonomi, bitcoin tidak dapat dianggap tidak akan berpengaruh. Namun, karakter jumlah supply bitcoin yang terbatas, mampu menjadi sisi fundamental yang paling krusial. Meskipun, gejolak isu resesi saat itu pada akhirnya tidak terjadi. Fakta yang ada harga bitcoin di tahun 2019 masih belum mampu menunjukkan performa yang diharapkan.
(gambar: Steve Buissinne from Pixabay)