Tertanggal 16 Maret lalu, Mark Karpeles, CEO MT Gox mengajukan mosi atas perkara yang terjadi sejak 2014 silam. Pada dokumen yang telah diajukan pada pengadilan di Distrik Utara Illinois hari Senin itu, Karpeles menilai penggugat sudah mengubah dokumen gugatan yang asli.
Adalah Gregory Green sebagai penggugat di sekitar bulan Februari 2014 pada insiden MT Gox saat itu. Sementara di dalam mosi Mark Karpeles menyebutkan Green telah mengubah gugatan dengan menambahkan sejumlah tuduhan baru. Sedangkan dalam gugatan aslinya saat itu dinilai tidak ada.
Gregory Green dianggap menambahkan klausul tentang tuduhan penipuan. “Penambahan tuduhan penipuan itu sebagai tanggapan atas mosi yang diajukan,” terang Karpeles, seperti yang dilansir dari Coindesk hari ini (18/3/2020).
Upaya Green ini oleh Karpeles di anggap sebagai langkah agar dapat memberikan penekanan atas keputusan pengadilan nantinya. Dasar yang digunakan Green adalah bahwa bursa MT Gox sudah meyakinkan pengguna bahwa perusahaan itu sudah memiliki cadangan dana yang cukup untuk menutupi aset pengguna.
Berbeda dengan Green, menurut Mark hal itu tidak mungkin. Alasannya akun Green sendiri saat dibuat pertama kali lebih dulu ketimbang adanya ketentuan penggunaan di MT Gox. Sementara ketentuan itu baru ada kurang lebih dua minggu setelahnya.
Insiden yang terjadi pada tahun 2014 ini, MT Gox mengaku telah menderita kerugian sekitar 850.000 BTC. Nilai total aset dalam bentuk Bitcoin tersebut sebesar USD 500 juta saat itu, atau kurang lebih Rp. 7,7 trilyun di kurs saat ini. Mark Karpeles sendiri dibebaskan tahun 2015 dengan membayar jaminan sebesar 10 Juta Yuan pada tahun 2015. Insiden bursa kripto MT Gox ini kemudian menjadi krusial dalam menilai sisi kerentanan bursa kripto sebagai penyedia layanan pihak ketiga.