Bitmain, berupaya untuk masuk di wilayah penyuplai energi listrik murah. Salah satunya adalah Indonesia. Bitmain adalah pabrikan mesin mining bitcoin besar, memiliki dua mining pool besar, yakni AntPool dan BTC.Com.
Upaya untuk ekspansi mencari pasokan listrik di luar negeri ini dipicu oleh larangan pemerintah China baru-baru ini. Sejumlah wilayah pertambangan bitcoin di Inner Mongolia, Xinjiang, dan Sichuan resmi dilarang pemerintah.
Akibatnya, sejumlah penambang besar asal China, mulai mencoba menjual perangkat-perangkat mining Bitcoin bekasnya dengan harga yang lebih murah ke luar negeri. Harga perangkat ASIC di beberapa vendor asal China juga anjlok hingga 40%.
Berdasarkan rilis pemberitahuan yang diunggah Bitmain hari Jumat (25/6/21), pihaknya menyebut akan menghentikan sementara penjualan tunai perangkat ASIC. Sejumlah pelanggan Bitmain juga disebut menjual perangkat mining dan mengurasi kapasitas perangkat pertambangan yang berlokasi di China.
Produsen mesin mining Bitmain ini memang sejak masa pandemi covid 19 sudah terpukul berat. Tidak hanya Bitmain, sejumlah vendor lain seperti MicroBT, Canaan, juga terimbas akibat pandemi. Kini ditambah lagi dengan larangan resmi untuk industri pertambangan di China.
Mencoba keluar dari sejumlah masalah besar tersebut, Bitmain berencana untuk mencari lokasi pertambangan dengan supply energi listrik murah. Beberapa negara yang disebutkan hendak dituju seperti AS, Kanada, Australia, Rusia, Belarus, Swedia, Norwedia, Kazakhstan, Angola, Kongo, dan Indonesia.
Bagaimana Bitman Menjadikan Indonesia Salah Satu Opsi Pilihannya?
Satu-satunya kemungkinan terbesar, adalah karena tarif listrik di Indonesia dinilai lebih murah dibandingkan beberapa negara lain. Berdasarkan perbandingan tarif listrik rumahan versi Statista per bulan September 2020, harga listrik per KWh di Indonesia masih lebih murah dibandingkan dengan Amerika Serikat. Tarif listrik di Indonesia berkisar USD 0,1 per KWh, kurang lebih 1.452 per KWh.
Berikut tarif Listrik yang berlaku di Indonesia, April – Juni 2021:
- Golongan R-1/ Tegangan Rendah (TR) daya 900 VA, Rp 1.352 per kWh.
- Golongan R-1/ TR daya 1.300 VA, Rp 1.444,70 per kWh.
- Golongan R-1/ TR daya 2.200 VA, Rp 1.444,70 per kWh.
- Golongan R-2/ TR daya 3.500-5.500 VA, Rp 1.444,70 per kWh.
- Golongan R-3/ TR daya 6.600 VA ke atas, Rp 1.444,70 per kWh.
- Golongan B-2/ TR daya 6.600 VA-200 kVA, Rp 1.444,70 per kWh.
- Golongan B-3/ Tegangan Menengah (TM) daya di atas 200 kVA, Rp 1.114,74 per kWh.
- Golongan I-3/ TM daya di atas 200 kVA, Rp 1.114,74 per kWh.
- Golongan I-4/ Tegangan Tinggi (TT) daya 30.000 kVA ke atas, Rp 996,74 per kWh.
- Golongan P-1/ TR daya 6.600 VA-200 kVA, Rp 1.444,70 per kWh.
- Golongan P-2/ TM daya di atas 200 kVA, Rp 1.114,74 per kWh.
- Golongan P-3/ TR untuk penerangan jalan umum, Rp 1.444,70 per kWh.
- Golongan L/ TR, TM, TT, Rp 1.644,52 per kWh.
Dari gambaran tarif tersebut, tarif listrik untuk sektor Industri memiliki tarif per KWh lebih murah ketimbang rumahan. Di lain sisi, perbandingan tarif itu lebih murah jika dibandingkan dengan di Amerika Serikat, dan beberapa negara lain.
Boleh jadi, tarif listrik Indonesia dianggap lebih murah, namun sebagian besarnya masih menggunakan batu bara. Sementara di banyak negara lain komposisi energi terbarukan relatif masih lebih baik. Di sisi lain, faktor iklim akan menjadi persoalan kedua. Indonesia beriklim tropis, berpotensi membutuhkan tambahan daya listrik untuk pendingin yang dibutuhkan perangkat mining. Hal ini artinya akan menambah daya listrik dan biaya lebih tinggi. Untuk beberapa wilayah di Indonesia, tentu ada yang memiliki suhu rendah. Cocok menjadi wilayah pertambangan. Namun apakah lokasi-lokasi tersebut berdekatan dengan supply energy listrik besar.