Makalah yang terkait cryptocurrency dan pendanaan teroris tersebut, adalah berupa hasil pelaporan atas survey yang telah dilakukan di beberapa kelompok teroris. Yaya Fanusie, selaku direktur analisis di Foundation for Defense of Democracies’ Center on Sanctions and Illicit Finance (FDD) banyak menyoroti beberapa kelompok teroris yang telah berhasil menggunakan cryptocurrency dalam mengumpulkan pendanaan.
Jika sebelumnya setelah berhasil terungkapnya 12 agen Rusia yang terlibat dalam skandal pemilihan Presiden AS 2016, anggapan cryptocurrency untuk pendanaan teroris tidaklah tepat. Dengan makalah ini, justru menunjukkan hal yang sebaliknya.
Beberapa kelompok dalam makalah itu adalah diduga terkait dengan Al-Qaeda dan berbasis di Gaza, situs-situs pro-Islam, serta seorang kontraktor pelatihan untuk ISIS telah menggunakan cryptocurrency dalam penggalangan dananya.
Yaya Fanusie juga mengutip kasus Ali Shukri Amin pada tahun 2015 lalu. Pada saat itu, Ali Shukri Amin telah mengaku bersalah dan menjelaskan bagaimana ISIS berhasil mengumpulkan pendanaan menggunakan Bitcoin.
Meski demikian, Yaya Fanusie juga membuka pernyataan dalam makalahnya dengan menyebut bahwa cryptocurrency mungkin akan menjadi cara bertransaksi di masa depan. Namun, cryptocurrency juga telah dijadikan sebuah media dalam bertransaksi untuk pendanaan teroris.
Beberapa kelompok lainnya seperti pada tahun 2017, Mujahideen Shura Council (MSC), berhasil menggalang dana melalui sebuah kampanye dengan nama Jahezona (dari bahasa Arab yang berarti “Equip US”). Penggalangan dana itu berhasil memperoleh USD 500 per anggota militan mereka dalam bentuk Bitcoin dari total target USD 2.500 per kepala.
Ada juga kelompok bernama Al-Sadaqa yang bertujuan untuk menggalang dana untuk pejuang di Suriah. Kelompok tersebut berhasil mengumpulkan dana sebesar USD 685 dalam bentuk Bitcoin. Belum lagi rekening organisasi bernama Malhama Tactical untuk pemberontak di Suriah pada tahun 2013. Kelompok tersebut juga berhasil mengumpulkan USD 100 dalam bentuk bitcoin.
Selain itu, dalam makalah tersebut juga menyebut pendanaan dengan menggunakan cryptocurrency itu kerap dilakukan melalui bursa kripto BTC-e. Namun Yaya Fanusie dalam makalahnya juga menyebut bahwa teknologi cryptocurrency tidak cocok untuk digunakan sebagai media penggalangan dana di daerah yang dilanda perang.
Penggunaan cryptocurrency dan pendanaan teroris tersebut umumnya beroperasi di wilayah pinggiran saja, masyarakat umum dalam gejolak popularisasi jihad secara global. Sementara sebagian besar teroris yang terkonsentrasi di medan perang, telah banyak menganggap tidak kondusif untuk menggunakan cryptocurrency. Alasan utamanya, pencatatan transaksi melalui cryptocurrency bisa diakses secara publik.