Berdasarkan data dari unggahan video EOS Weekly, Blockchain EOS bengkak 4 terabyte dalam 8 bulan saja. Besaran ukuran 4 terabyte itu tentu saja merupakan angka yang besar jika itu hanya dalam waktu 8 bulan saja. Kapasitas ukuran blockchain memang akan selalu menjadi masalah nyata.
Dengan besarnya pertumbuhan kesejarahan data transaksi yang harus tersimpan itu, maka membuat iklim pertambangan juga makin berat. Node dalam pertambangan EOS pun juga mengalami hal yang sama.
How did the greatest strength of EOS (its speed) turn into its greatest vulnerability?
For the answer, follow the white rabbit: https://t.co/PxgRWeeo7K#EOS #EOSIO@greymass @EosSweden @EOS_CryptoLions @EOSTribe @EOS_Canada @eosriobrazil @EOS42io
— EOS Weekly (@EOSWeekly) February 15, 2019
Dari rilis analisis di video unggahan itu, dapat diketahui bahwa masalah itu kian menjadi masalah yang serius. Hal yang sama juga terjadi pada platform Ethereum. Bahkan rencana hardfork pun ditunda.
Untuk EOS sendiri, pada pertengahan bulan November tahun 2018 yang lalu, sudah terjadi penurunan node yang signifikan. Bahkan di video tersebut, hanya ada 5 bps (hystorical node) saja full node yang menyimpan kesejarahan transaksi secara menyeluruh.
Kemungkinan terbesarnya, 5 full node tersebut pun mungkin juga dijalankan di Cloud saja. Di platform EOS, ada istilah yang disebut dengan “Hystorical Nodes”. Untuk node jenis inilah yang mengalami penurunan drastis.
Kira-kira apa efek yang dapat ditimbulkan dari masalah ini? Tentu saja akan ada sekian banyak dApps maupun varian wallet yang tidak bisa kirim query kesejarahan transaksi di dalam ekosistemnya. Bagi pengembang EOS, masalah yang sejak saat itu muncul coba diatasi dengan meluncurkan “Light Node” di mainnet mereka menggunakan shEOS.
Sayangnya, sifat Light Node yang dimaksud tersebut tidak ubahnya seperti “Lightweight Node” atau SPV client saja. SPV Client di dalam Bitcoin sifatnya hanya untuk meminta sebagian data transaksi saja. Bukanlah bersifat sebagai penjaga dan verifikasi transaksi di dalam ekosistem pertambangannya.
Masalah kapasitas tersebut, akan jauh menjadi masalah besar yang nyata, terutama bagi platform Dapps. Jika muncul pertanyaan apakah ada solusi untuk mengatasinya? Pada dasarnya tidak ada solusi untuk mengatasi hal tersebut.
Satu-satunya alternatif adalah menekan laju pertumbuhan tersebut. Jika laju pertumbuhan tersebut bisa ditekan semaksimal mungkin, maka perkembangan teknologi di saat pertumbuhan itu sudah besar, maka hal itu tidak akan lagi menjadi sebuah masalah.
Jika dibandingkan dengan Bitcoin, sudah mempersiapkan hal tersebut jauh hari, dengan mulai merancang Segwit sejak beberapa tahun silam. Meskipun tidak memberikan kontribusi besar untuk mengatasi kapasitas blockchain yang terus akan bertambah, namun Segwit memang sudah membuka peta jalan pengembangan lain yang lebih baik.
Bagaimana Perbandingan dApps EOS dengan ETH

Pada dasarnya, perbandingan antar keduanya sama halnya seperti mencari terbaik dari yang terburuk. Ambil saja perbandingan data dari dApps radar antara EOS dan pada 18 Februari lalu seperti yang sempat dituliskan di Longhash.
Dari jangka waktu 24 jam di tanggal itu, hanya ada 10% dApps Ethereum yang aktif. Sedangkan jumlah dApps EOS masih lebih besar berjumlah 323, atau kurang lebih sebesar 55%.

Jika bicara soal transaksi, dApps Ethereum yang populer hanya terdapat 200.000 transaksi per hari. Dan kembali EOS lebih banyak sekitar 450.000 transaksi, dua kali lebih besar dibandingkan dengan Ethereum.

Padahal tertanggal 1 Februari, di Ethereum sudah tercatat ada 1812 dApps. Ironisnya, pada tanggal yang sama, seluruh transaksi yang aktif hanya berasal dari 180 dApps saja. Sisanya kemana? Sudah mati?

Apakah kesimpulannya EOS lebih baik? Tidak juga, keduanya sama tidak baiknya. Jika tidak, apakah berarti Tron milik “Fanboys” itu yang lebih baik? Sama saja. Hampir sebagian besar platform dApps sifatnya prematur, dan mengalami masalah yang serupa. Ibaratnya, hanya menunggu waktu saja permasalahan besarnya terjadi.