BitcoinMedia. Organisasi Otonom Terdesentralisasi atau yang disingkat dengan DAO (Decentralized Autonomous Organizations), sebenarnya sudah bukan hal yang baru lagi dalam dunia kripto. Namun, bias pemahaman akan teknologi Blockchain lah yang kemudian banyak menjadikan hal ini seolah sebagai entitas yang terpisah. Seakan DAO dipandang sebagai sebuah hal yang baru nan revolusioner.
Istilah DAO terkesan sama seperti munculnya pernyataan “Blockchain tidak sama dengan cryptocurrency”. Komentar itu mungkin bagi banyak orang dirasa benar. Padahal, tataran teknisnya tidak pernah ada bedanya. Justru, apa yang diyakini tentang Blockchain itu sendiri saat ini sudah begitu tereduksi.
Hiruk pikuk tentang dunia cryptocurrency, hype teknologi Blockchain berimplikasi pada reduksi pemahaman yang kian sempit. Terlebih masyarakat sendiri masih banyak yang kurang memahami betul bagaimana dunia kripto bekerja. Seiring perkembangan dunia cryptocurrency saat ini, sudah cukup minim hal-hal baru yang bermunculan. Termasuk juga untuk DAO atau Organisasi Otonom Terdesentralisasi.
Apa Itu DAO, Organisasi Otonom Terdesentralisasi?
DAO atau Organisasi Otonom Terdesentralisasi ini pada dasarnya mengarah pada sebuah aplikasi berbasis cryptocurrency (saat ini banyak dikenal dengan sebutan Blockchain). Jikalau pada akhirnya merujuk pada DAPPs (Decentralized Applications), lantas apa bedanya?
Betul, sebenarnya DAO pada outputnya akan menjadi sebuah decentralized application (DAPPs). Yang perlu dicermati lebih jauh adalah bagaimana mekanisme pengambilan keputusan yang dilakukan. Dalam dunia kripto yang diawali oleh Bitcoin, mekanisme pengambilan keputusan itu sudah terpecahkan.
Mekanisme pengambilan keputusan itu dapat kita lihat di dalam ekosistem pertambangan Bitcoin. Hal yang sama juga berlaku di varian ALTCOIN, namun tidak berlaku untuk varian berbasis tokenisasi. Di dalam bitcoin, pengambilan keputusan dilakukan pada setiap node di dalam jaringan.
Masing-masing node (simpul perangkat koneksi) tersebut, memiliki satu set aturan yang sudah terpatri dalam perangkatnya. Dengan set aturan tersebut, dijadikan sebuah patokan mutlak untuk memverifikasi dan validasi setiap transaksi yang masuk. Maka bisa dikatakan, bahwa pengambilan keputusan di dalam Bitcoin justru lebih bersifat terdesentralisasi, dan langsung.
Dalam konteks secara umum, mekanisme pengambilan keputusan selama ini lebih banyak terpusat pada sebuah lembaga tertentu. Artinya ada instrumen sebagai pihak ketiga yang menjadi jembatan dalam proses itu.
Namun ketika Bitcoin kemudian muncul, ide untuk bisa mengambil keputusan tanpa melalui peran pihak ketiga tersebut bisa benar-benar diimplementasikan. Tidak terbantahkan, Bitcoin sudah menjadi DAO paling orisinil yang telah muncul pertama kali di dunia.
Bitcoin Adalah DAO Paling Orisinil
Bagi orang awam, istilah DAO atau Organisasi Otonom Terdesentralisasi mungkin akan dipandang sebagai sebuah penemuan yang luar biasa. Cukup sensasional. Namun, seperti yang disinggung diatas, hal itu sudah bukan hal yang baru.
Kenyataannya di era BItcoin, ide untuk mekanisme pengambilan keputusan secara terdesentralisasi menjadi benear-benar bisa diwujudkan. Sementara istilah di DAO yang ada saat ini, terkesan hanya digunakan sebagai sebuah upaya alternatif (baca: manipulasi) karakter “desentralisasi” yang cukup sulit untuk dicapai di varian selain BItcoin (baik di Altcoin, terlebih di proyek Tokenisasi).
Secara umum, DAO yang sebenar-benarnya, bisa dilihat dalam 3 hal berikut:
- Mekanisme pengambilan keputusan
- Mekanisme pemberian Insentif
- Level desentralisasinya
Dari ketiga indikasi tersebut, Bitcoin sudah memenuhi seluruh unsurnya. Bahkan dengan level desentralisasi yang paling nyata. Hal itu menjadi paling krusial, ketika Satoshi Nakamoto di tahun 2010 sendiri memutuskan untuk hengkang dari proyek Bitcoin ciptaannya sendiri.
Apakah ada pendiri proyek-proyek varian Altcoin apalagi yang bersifat Tokenisasi “rela” dan hengkang dari proyeknya sendiri? Jelas mustahil. Faktanya memang tidak ada yang mampu seperti Bitcoin ini. Sebagian besarnya, justru proyek-proyek itu dibuat oleh pihak-pihak korporasi. Kepentingan pemodal di proyek-proyek Altcoin, terlebih Tokenisasi, lebih banyak didasari atas motivasi mengeruk keuntungan.
DAO yang muncul belakangan, tidak mungkin bisa lepas dari inisiatif korporasi dan pemilik modal besar tersebut agar bisa menarik keuntungan besar. Sementara jika milihat karakteristiknya, pengambilan keputusan, insentif, hingga level desentralisasinya menyisakan pertanyaan besar.
Jika menyebut bahwa DAO sebagai “organisasi otonom terdesentralisasi”, justru banyak hal mendasar yang semestinya dipertanyakan. Protokol yang menyangkut pengambilan keputusan itu haruslah ditentukan pada tingkat infrastruktur yang paling rendah di dalam jaringan. Upaya ini pun lagi-lagi paling tercermin di dalam mekanisme pertambangan Bitcoin.
Varian Altcoin seperti Zcash, Ethereum, sebetulnya bisa juga di sebut sebagai sebuah DAO. Namun level desentralisasi yang cukup berbeda dan tidak akan mampu bisa selevel dengan Bitcoin. Faktor inilah yang membuatnya kemudian memunculkan istilah lebih spesifik, melaui istilah DAO yang banyak diketahui sekarang.
Insentif dalam pertambangan bitcoin terbukti mampu mencapai level desentralisasi tertinggi. Insentif pertambangan itu juga punya peran krusial bagaimana mekanisme pengambilan keputusan bisa berjalan secara berkesinambungan, tanpa henti.
Melalui mekanisme pertambangan, insentif dan pengambilan keputusan itu bisa dilakukan secara langsung, bersifat “segera” atau instan, tidak ada penundaan. Hanya tambahan mekanisme distribusi unit-unit baru saja yang berlaku berbeda. Mekanisme distribusi unit-unit baru ini ada jarak waktu yang berbeda untuk menekan supply yang beredar di pasaran.
Di sisi lain, ekosistem pertambangan Bitcoin memang masih menyisakan kekhawatiran jika menyoal banyaknya daya komputasi yang terpusat di sebagian kecil pool mining besar. Tidak ada sistem yang sempurna. Namun setidaknya munculnya Bitcoin sudah menjadi entitas yang cukup mendekati kata paling ideal.
Potensi sentralitas daya komputasi itu, mungkin dipandang banyak orang dapat menurunkan level desentralisasi Bitcoin. Maksudnya, bahwa Bitcoin juga dipandang berpotensi menjadi terpusat. Namun jika dilihat dari tinjauan teknisnya, sebagian kecil dari pool mining besar di ekosistem pertambangan Bitcoin tersebut juga terdiri dari sekian banyak perangkat personal yang terkoneksi di jaringan mining pool itu.
Pertimbangan lainnya adalah ekosistem pertambangan Bitcoin memang cukup bersifat “mahal” untuk bisa diserang, bahkan melalui 51% attack sekalipun. Protokol PoW Bitcoin masih menjadi pilihan yang paling rasional, dan terbukti sudah tahan uji. Meskipun demikian, kecenderungan atas potensi 51% attack tetaplah tidak boleh dikesampingkan.
Fakta dilapangan, implementasi bagaimana cara mengambil keputusan secara terbuka secara langsung di dalam Bitcoin ini merupakan hal yang paling fundamental dalam sejarahnya. Sampai saat ini, dan mungkin hingga di masa mendatang. Oleh sebab itulah Bitcoin adalah DAO yang paling orisinil.
Lantas, bagaimana jika dibandingkan dengan DAO di jaman sekarang? Pertanyaan ini cukup mudah untuk dijawab. Siapa pendirinya? Apa pendiri proyek DAO itu masih terlibat? Mekanisme pengambilan keputusan yang dilakukan dengan opsi perwakilan bisa dikategorikan memenuhi sifat terdesentralisasi sepenuhnya?