Melanjutkan dari penjelasan di bagian sebelumnya, tentang sistem keuangan tradisional, kali ini di bagian III Mengurai Sejarah Panjang Bitcoin ini, kita akan melangkah pada pembahasan selanjutnya tentang apa saja Permasalahan dalam kartu kredit online.
Adanya sistem Kredit dan Tunai, telah menjadi ide-ide yang cukup fundamental. Dari kedua sistem tersebut, mengarahkan kita untuk bisa mengurut banyaknya metode pembayaran elektronik. Sistem pembayaran eloktronik ini kemudian terbagi dalam dua kategori, yakni Tunai dan non Tunai. Sedangkan Bitcoin, dikategorikan dalam kelompok pembayaran “Tunai”.
Pada dasarnya, transaksi yang dilakukan dengan menggunakan kartu kredit adalah metode pembayaran yang banyak digunakan secara online. Sebagian besar dari anda mungkin pernah membeli sesuatu dengan online ke Amazon. Jika pernah melakukkannya, maka tentu akan mengetahui bagaimana proses dan jalur transaksinya.
Hal pertama yang anda lakukan adalah dengan memberikan rincian kartu kredit anda, lalu dikirimkan ke Amazon. Setelah itu, Amazon membawa detail informasi kartu kredit tersebut kepada “sistem”. Sistem disini adalah sebuah sistem keuangan yang melibatkan prosesor, bank, perusahaan kartu kredit, maupun perantara lainnya.
Namun, jika bertransaksi itu dilakukan menggunakan PayPal, berarti transaksi tersebut melalui sebuah perantara. Dalam hal ini, PayPal yang bertindak sebagai perantaranya. Perusahaan seperti PayPal ini berada diantara para penjual dan pembeli. Sehingga saat pembeli mengirimkan rincian kartu kreditnya, perantara ini akan menyetujui transaksi itu, dan memberikan sebuah notifikasi kepada penjual. Di tahap akhir, perantara tersebut akan melunasi transaksinya kepada penjual pada tiap transaksi yang terjadi setiap harinya.
Jika melihat gambaran proses transaksi diatas, sebenarnya seorang pembeli tidak harus memberikan detail informasi kartu kredit anda kepada penjual secara langung. Karena hal itu bisa juga beresiko terhadap keamanan anda. Jika anda tidak memberikan detail informasi tersebut, berarti anda menjaga privasi dengan baik. Namun sisi kelemahannya, sebagai pembeli, ada sebuah proses yang terlewati. Yakni, anda tidak lagi bisa berinteraksi secara langsung dengan penjual. Karena interaksi penjual dan pembeli melewati perantara itu. Selain itu, antara anda dan penjual, mungkin harus memiliki akun perusahaan perantara yang sama.
Kenyataannya yang terjadi sekarang, sebagian besar orang sudah cukup nyaman ketika memberikan detail informasi kartu kreditnya saat bertransaksi online. Namun, setidaknya, ada sebagaian juga yang sudah tidak lagi bertransaksi seperti itu. Demi menjaga privasi dan lebih meningkatkan keamanan.
Detail informasi yang ada pada kartu kredit tersebut, bisa dipakai oleh perusahaan pengoleksi data tentang kebiasaan belanja online dan juga aktifitas browsing kita di internet. Sementara, perubahan standar baru pada tingkat enkripsi protokol website baru muncul di tahun 90an.
Perubahan itu membawa dampak yang cukup berpengaruh terhadap perilaku konsumen. Banyak konsumen menjadi khawatir dan ragu-ragu. Terlebih, mulai muncul anggapan untuk enggan memberikan detail informasi kartu kredit kepada vendor online. Apalagi jika menggunakan jalur koneksi yang tidak aman. Atas kondisi itu, banyak dari pihak perantara transaksi yang memberikan tambahan biaya juga pada saat itu.
Ada sebuah perusahaan yang berfungsi sebagai perantara dalam sebuah transaksi, bernama First Virtual. Perusahaan ini didirikan pada tahun 1994. First Virtual menjadi perusahaan pertama, yang mempunyai kantor virtual murni. Memiliki jumlah karyawan yang tersebar di seluruh negerti, dengan jalur komunikasi langsung melalui internet.
Konsep FirstVirtual, sedikit mirip dengan PayPal, namun sudah didahului bertahun sebelumnya. Pengguna FirstVirtual, terlebih dulu mendaftarkan diri dalam sistem dan memberikan rincian informasi mengenai kartu kreditnya. Ketika pengguna hendak bertransaksi membeli sesuatu dengan penjual, selanjutnya penjual akan mengkontak FirstVirtual dengan informasi pembayaran yang diminta.
Setelah itu, FirstVirtual mengkonfirmasi hal itu kepada pengguna bersangkutan, dan jika pengguna tersebut menyetujui penagihan pembayaran dengan kartu kreditnya. Menariknya, semua komunikasi tersebut dilakukan melalui email. Kedua, pengguna mempunyai tenggang waktu 90 hari untuk membatalkan tagihan, sedangkan penjualnya baru akan menerima uang setelah tiga bulan. Tentu, masih ada resiko pelanggan akan membantah laporan kartu kreditnya, jika hal itu terjadi, maka penjual atau pedagang tersebut harus mengembalikan uang kepada perusahaan kartu kredit.
Pertengahan tahun 90an, ada sebuah model perusahaan lain, yang menggunakan sebuah arsitektur perantara. Selanjutnya, arsitektur perantara ini dikenal dengan SET architecture. Pengiriman detail informasi kartu kredit kepada penjual bisa dihindari. Namun, sebelumnya pengguna harus mendaftarkan diri terlebih dahulu pada perusahaan perantara tersebut. Saat transaksi dilakukkan, browser yang digunakan pengguna akan mengenkripsi detil kartu dan rincian transaksinya. Sehingga penjual tidak bisa melihatnya, karena hanya perantara saja yang bisa mendeskripsinya.
SET menjadi sebuah standar yang dikembangkan oleh VISA dan Mastercard bersama dengan pengembang teknologi besar lain seperti Netscape, IBM, Microsoft, Verisign, dan juga RSA. Merupakan sebuah umbrella spesification, bersatu dengan beberapa proposal yang sudah ada sebelumnya. CyberCash, adalah perusahaan yang mengimplementasikan SET. Selain proses pembayaran kartu kredit, CyberCash juga mempunyai uang digital yang diberinama CyberCoin.
Pada akhirnya, CyberCash menjadi salah satu dari beberapa perusahaan yang terimbas dampak bug Y2K. Momok Y2K menyebabkan software proses pembayarannya melakukan transaksi ganda pada beberapa pelanggannya. CyberCash kemudian bangkrut di tahun 2001. Setelah itu, kekayaan intelektual dari proyek CyberCash diakuisisi oleh Verisign. Namun beberapa waktu kemudian, Verisign menjualnya kepada PayPal yang sampai saat ini masih ada.
Penyebab utama mengapa SET tidak bisa bekerja saat itu adalah karena sertifikat. Fungsinya, sebuah sertifikat menjadi pengaman untuk bisa mengaitkan identitas kriptografi, yaitu public key beserta informasi identitas asli penggunanya.
Inilah yang dibutuhkan website dari Verisign sebagai otoritas sertifikasi untuk dimunculkan dalam browser. CyberCash dan SET memutuskan bahwa, seharusnya semua pengguna juga harus mendapatkan sertifikat, tidak hanya pedagang dan sistem saja.
Selama ini anggapan pengguna mengatakan bahwa perusahaan tidak membutuhkan sertifikat end-user, begitu juga seperti proposal yang diturunkan dalam makalah-makalah akademis. Menanggapi hal ini, Bitcoin cukup cekatan dalam mengambil langkah untuk mencegah penggunaan identitas asli secara bersamaan. Dalam Bitcoin, public key juga termasuk identitas pengguna.
Pada saat SET dijadikan sebuah standar, dalam sebuah konsorsium World Wide Web (WWW) sebetulnya juga mencari sebuah standar sistem pembayaran finansial. Konsorsium tersebut, berkeinginan untuk bisa menterjemahkan sistem pembayaran dengan cara memperluas protokol HTTP.
Harapannya, dengan cara ini para pengguna tidak perlu membutuhkan sebuah software lagi untuk bisa bertransaksi, cukup dengan browser saja. Bahkan mereka memiliki sebuah proposal yang bisa memungkinkan perluasan protokol. Namun hal ini tidak pernah terjadi. Hampir dua dekade setelahnya, W3C mengumumkan keinginannya untuk mengambil jalan lain. Bitcoin akan bisa menjadi kemungkinan dijadikan sebagai standar.