Hasil penelitian beberapa orang ini, menyebut bahwa 60 persen smart contract yang dibangun diatas Ethereum merupakan hasil copy langsung dari smart contract sebelumnya yang pernah ada. Hal semacam ini dipandang memiliki potensi resiko kerentanan jika kode yang digunakan tersebut ternyata bermasalah.
Ketiga peneliti tersebut terdiri dari dua peneliti yang berasal dari Universitas Northeastern, dan satu lagi dari Universitas Maryland. Hasil penelitian tersebut kemudian dipublikasikan pada 31 Oktober lalu.
Di dalam laporan penelitian yang diberi judul “Analyzing Ethereum Contract Topology”, disebut bahwa sebagian smart contract ethereum berasal dari salinan langsung smart contract lainnya. Potensi yang bisa ditimbulkan adalah adanya kerentanan jika smart contract yang disalin itu ternyata bermasalah.
Penelitian tersebut dilakukan dengan jarak waktu 5 block pertama semenjak Ethereum pertama kali diluncurkan di tahun 2015. Tidak hanya itu, lingkup penelitiannya juga termasuk di dalam Geth, yang berfungsi untuk mencatat interaksi kontrak dan pengguna Ethereum.
Tidak tanggung-tanggung, kurang lebih sebesar 60 persen lebih dari keseluruhan smart contract yang ada dinyatakan belum pernah diinteraksikan. Dalam hasil laporan penelitian itu hanya menyebut ada 10 persen saja smart contract yang memiliki karakter unik, dibangun dari awal dan bukan hasil copy.
Kenyataan ini tidak hanya berimplikasi pada pemilik smart contract saja, namun juga berdampak luas pada keseluruhan pengguna Ethereum. Ketiga peneliti tersebut menganggap Ethereum mempunyai profil bug yang tinggi.
Sampai sejauh ini, sudah ada USD 170 juta aset yang dibekukan dari Ethereum, seperti yang dilansir dari Cointelegraph. Tidak hanya itu, smart contract yang dibangun di Ethereum juga sempat dilaporkan sudah menelan kerugian hingga USD 38.000, yang pernah dialami untuk beberapa platform hiburan orang dewasa.