Dolar sejauh ini dikenal menjadi mata uang utama perdagangan Internasional. Namun kini, Dolar makin ditinggalkan. Beberapa negara seperti Rusia, China, Iran, hingga Arab Saudi bahkan mulai mengurangi cadangan mata uang Dolar negaranya.
Beberapa negara tersebut, mulai menggunakan Yuan sebagai alat tukar di sebagain besar perdagangannya. Bahkan beberapa negara di Amerika seperti Brazil dan Argentina, saling sepakat untuk menerbitkan mata uang bersama.
Kesepakatan ini mulai muncul di permukaan bulan Januari lalu. Presiden Brazil Luiz Inacio Lula da Silva dan Presiden Argentina Alberto Fernandez, menyepakati penerbitan mata uang bersama tersebut. Alasannya, untuk mendorong perdagangan di dua kawasan tersebut, serta mengurangi ketergantungan pada Dolar AS.
”Kami memutuskan untuk mengajukan pembicaraan tentang mata uang bersama Amerika Selatan yang dapat digunakan untuk arus keuangan dan komersial, mengurangi biaya operasional dan kerentanan eksternal kami“, (Reuters, Senin 23/1).
Hal yang sama juga berlaku di beberapa negara kawasan Asia Tenggara (ASEAN). Kabarnya, negara-negara ASEAN mulai menggunakan mata uang lokal dalam transaksi perdagangan. Langkah ini sempat dibahas di forum Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral se Asean), yang bertempat di Bali pada 29 Maret lalu.
Alasannya tidak lain adalah demi pemulihan ekonomi dan menahan efek global di kawasan ASEAN. Sehingga diharapkan bisa memperkuat keseimbangan dan cadangan devisa, Terang Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (Detik, 31/3/23).
Selain itu, beberapa perusahaan-perusahaan besar di India pun mulai memilih melakukan pinjaman dengan mata uang lokalnya, Rupee ketimbang Dolar AS. Berdasarkan laporan Reuters, bunga pinjaman Dolar AS naik 275-375 poin, sementara pasar obligasi domestik India hanya naik 150 poin. Hal ini yang menjadi faktor utama mulai beralihnya penggunaan Dolar di beberapa perusahaan besar India.
Secara umum, gejolak untuk mulai meninggalkan mata uang dolar sudah mulai terbaca sejak beberapa tahun lalu. Namun gejolaknya kian mencuat setelah AS kian gemar memberlakukan embargo ekonomi. Terlebih, bagaimana sikap AS atas Perang Rusia – Ukraina. AS bahkan begitu gencar membiayai Ukraina untuk perang itu.
Belum lama ini, Institute for the Analysis of Global Security, yang dipandang sebagai lembaga think tank yang berbasis di Washington AS menyebut berbagai sanksi yang telah dijatuhkan AS pada sejumlah negara bisa membuat beralih dari Dolar.
Pada perang Rusia – Ukraina, AS lagi-lagi menjatuhkan sanksi ekonomi kepada Rusia. AS bahkan juga membekukan cadangan bank sentral, dan memutus hubungan dengan negara Rusia dari jaringan internasional.
Gul Luft, Direktur Institute for the Analysis of Global Security mengatakan bahwa satu dari 10 negara di dunia berada di bawah beberapa bentuk sanksi AS. “Berbagai bank sentral mulai bertanya-tanya. Hal itu memiliki efek kumulatif, dan hasilnya dolar semakin sedikit memainkan peran dan portofolio bank sentral”. Menurut lembaga itu, garis besar yang dilihat tidak bagus untuk AS.