Salah satu pemenang hadiah Nobel, yaitu seorang ekonom Robert Shiller, berpendapat bahwa tidak ada cara yang dapat digunakan untuk memberi harga pada bitcoin. “Menurut saya, nilai bitcoin ambigu,” ujarnya kepada CNBC. Berita ini dimuat dalam situs Coin Desk 3 hari lalu.
Pendapat ini cukup menarik perhatian. Karena diucapkan oleh seorang ekonom legendaris yang telah menunjukkan kredibilitas kerjanya pada krisis pasar saham sekitar tahun 1987 dan gelembung real estate pada tahun 2008. Ia menerima hadiah nobel di bidang ekonomi pada bulan Oktober 2013.
Shiller berargumen bahwa sangatlah sulit untuk menetapkan harga dasar bitcoin: “Anda hanya menetapkan batas paling atas untuk bitcoin berdasarkan nilai suplai uang dunia. Akan tetapi, batasan tersebut sangatlah besar nilainya. Jadi batasan itu nilainya bisa berapa pun antara 0 (nol) sampai batasan tersebut.”
Baca juga: Bitcoin telah mati ratusan kali
Sentimen tersebut juga terlihat jelas dari artikel opininya yang paling baru yang dimuat di The New York Times. Di dalam artikel tersebut, ia menulis: “Bagaimana bisa kita memperkirakan nilai dasar untuk bitcoin, dengan nilai pasarnya yang begitu tinggi melebihi 275 milyar dolar Amerika Serikat (AS). Usaha apa pun untuk menentukan nilai dasarnya akan terdengar menggelikan.” Harga bitcoin melejit nilainya semenjak awal tahun, menanjak dari 800 dolar AS pada Januari lalu hingga menembus rekor baru yaitu mencapai hampir 20.000 dolar AS pada akhir minggu ini, menurut Bitcoin Price Index milik Coin Desk.
Teka-Teki yang Membuat Nilai Bitcoin Ambigu
Ini adalah teka-teki yang terbungkus misteri, yang dikenal sebagai bitcoin. Kenaikan bitcoin yang meroket telah memukau seluruh lapisan. Salah satu hal yang paling tidak diketahui tentang mata uang kripto adalah bagaimana menentukan nilainya, dan ini malah membingungkan pengamat pasar paling veteran sekali pun.
Robert Shiller menyebutkan sebuah fenomena yang mungkin dapat menjelaskan kondisi pasar ini. Menurut ahli ilmu neural mengatakan bahwa otak kita bekerja secara berbeda ketika diharuskan untuk membuat keputusan pada kondisi penuh tekanan dan penuh ambigu.“Mungkin Anda akan berpikir bahwa orang yang terpelajar akan merubah keputusannya menjadi sesuatu yang lebih pasti. Tetapi, sepertinya otak kita tidak melakukan hal tersebut,” kata Shiller kepada CNBC.