Anda mungkin pernah mendengar atau membaca perihal teori rasio stock to flow Bitcoin, atau disebut juga dengan singkatan S2F. Semuanya akan bermuara dengan bentuk dan karakter supply bitcoin yang terbatas. Dan jumlah supply Bitcoin itu sudah ditentukan sejak awal, terbatas hanya 21 juta BTC.
Dengan sifat dan karakter yang terbatas itu, memicu timbulnya kondisi kelangkaan jumlah pasokan yang ada di pasaran. Upaya ini ditunjang dengan mekanisme distribusi unit-unit BTC baru dalam ekosistem pertambangan.
Sementara dalam mekanisme distribusinya, diatur dalam beberapa metode yang digunakan. Pertama menentukan total supply secara terbatas, yakni 21 juta Bitcoin (BTC), rata-rata penciptaan block-block baru valid 10 menit, “maturity coin” (tenggang waktu block reward baru bisa dipergunakan atau ditransaksikan), dan yang paling utama adalah Halving Bitcoin.
Secara umum, harapannya adalah untuk memberikan stimulus atau pendorong agar ada pergerakan harga naik di pasar. Lalu apa dan bagaimana rasio stock to flow bitcoin tersebut?
Apa itu Rasio Stock to Flow BItcoin?
Rasio stock to flow bitcoin adalah teori yang menggunakan kuantifikasi sifat kelangkaan bitcoin untuk bisa memberikan prediksi nilai bitcoin di suatu masa tertentu. Angka yang dihasilkan menunjukkan berapa tahun yang diperlukan dengan jumlah produksi bitcoin baru saat ini (stock), untukmencapai jumlah stock saat ini (flow). Secara umum, variabel stock dan flow juga akan saling berkaitan.
Teori rasio stock to flow bitcoin ini pertama kali dipublikasikan oleh seseorang dengan nama pseudonym PlanB pada tanggal 23 Maret 2019 melalui Medium. Yang mendasari teori Rasio Stock to Flow Bitcoin dari PlanB adalah karena tiga faktor utama.
Pertama adalah karakter Bitcoin yang disampaikan oleh Satoshi Nakamoto saat mengenalkan Bitcoin pertama kali di tahun 2008. Saat itu Satoshi Nakamoto memang memberikan gambaran Bitcoin dengan melekatkan sifat emas yang terbatas, namun bisa di transmisikan dalam komunikasi secara digital.
Kedua adalah definisi sifat kelangkaan yang diungkapkan Nick Szabo. Menurut Nick Szabo, sifat kelangkaan itu baru akan didapatkan jika memiliki sifat bernilai mahal, dan tidak dapat ditiru atau diduplikasi.
Ketiga adalah berdasarkan perbandingan kelangkaan Bitcoin dan komoditas seperti emas dan perak dengan beberapa komoditas lain seperti seng, nikel, tembaga, atau kuningan. Perbandingan kelangkaan ini diungkapkan oleh Saifedean Ammous. Dalam hal ini, Saifedean menggunakan istilah Stock to flow (SF).
Menurut Saifedean, perbandingan kelangkaan emas dan bitcoin memiliki rasio SF yang lebih tinggi dibandingkan dengan seng, nikel, ataupun kuningan dan yang lain. Komoditas seperti seng, nikel, kuningan dan yang lain ini cenderung menjadi komoditas dengan jumlah produksi berlipat ganda. Akhirnya jumlah persediaan di pasar menumpuk dan menekan harga menjadi turun.
Berbeda dengan emas, karena dengan supply emas yang rendah atau sedikit, sehingga punya nilai moneter paling penting dalam sejarah manusia.
Pada saat itu, Saifedean memberikan gambaran bahwa persediaan Bitcoin tahun 2017 sekitar 25 kali lebih besar dari jumlah koin yang telah diproduksi di tahun 2017. Menurutnya masih separuh dari rasio emas di tahun 2022. Namun rasio stock to flow Bitcoin akan melebihi rasio emas tersebut.
Berangkat dari hal ini, PlanB lantas membuat rumus untuk menghitung rasio kelangkaan Bitcoin (SF). Rumusnya adalah:
SF = stock / flow
Untuk bisa lebih memahami, dapat dilihat secara langsung dengan berdasarkan bitcoin saat ini.
- Pada bulan September 2019, jumlah bitcoin yang sudah beredar adalah 18.000.000 BTC. Selanjutnya jumlah ini disebut dengan Stock
- Di tahun 2019, dengan besaran block reward yang berlaku adalah 12,5 BTC, dengan rata-rata block baru selama 10 menit. Artinya produksi bitcoin setiap harinya berjumlah 1.800 BTC. Sehingga jumlah per tahun adalah 657.000. Selanjutnya, nilai 657.000 inilah disebut dengan Flow.
Ketika dimasukkan ke dalam rumus SF, maka:
18.000.000 / 657.000 = 27
Angka 27 inilah yang disebut dengan SF (stock to flow) Bitcoin.
Coba kita perbandingkan dengan contoh untuk emas:
- Misalnya saja jumlah total seluruh emas di dunia yang telah ditambang tahun sampai tahun 2019 adalah 180.000 metrik ton. Selanjutnya ini disebut dengan Stock.
- Di tahun 2019, jumlah produksi emasnya adalah 3.000 metrik ton. Selanjutnya disebut dengan Flow.
Jika dimasukkan ke dalam rumus SF, maka:
180.000 / 3.000 = 60
Angka 60 inilah yang disebut dengan SF emas.
Dari contoh penghitungan SF – Rasio Stock to flow Bitcoin tadi, artinya bahwa diperlukan waktu 27 tahun produksi bitcoin untuk dapat menghasilkan stock saat ini. Sementara nilai perbandingan SF Bitcoin nilainya lebih kecil dibandingkan SF Emas.
Dalam hal ini, semakin besar nilai kelangkaan itu, maka nilainya juga akan semakin besar. Namun Bitcoin memiliki satu mekanisme distribusi yang paling memegang peranan penting. Dan mekanisme ini tidak dimiliki pada komoditas emas, yakni Bitcoin Halving.
Maka peranan mekanisme distribusi melalui Bitcoin Halving inilah yang memegang peran moneter cukup krusial. Pada momentum Bitcoin Halving 2020 mendatang diperkirakan jatuh pada bulan Mei 2020. Dengan ketentuan bitcoin halving akan terjadi setiap mencapai 210.000 block baru.
Jika setiap block baru dihasilkan dalam rata-rata waktu 10 menit, maka untuk mencapai 210.000 block membutuhkan waktu kurang lebih 4 tahun. Jangka waktu 4 tahun inilah perkiraan setiap mekanisme Halving Bitcoin akan berjalan secara otomatis.
Berdasarkan penghitungan SF antara Bitcoin dan Emas ditahun 2019, SF Bitcoin masih kecil dibandingkan emas. Namun coba kita hitung kembali ketika halving 2020 mendatang:
- Total bitcoin saat melampaui halving bitcoin tahun 2020 yang sudah ditambang adalah 18.375.000 BTC. Selanjutnya akan disebut Stock.
- Jumlah produksi BTC baru dengan block reward baru yang berlaku berkurang menjadi 6.25 BTC. Total produksi BTC per hari adalah 900 BTC, dan total produksi pertahun adalah 328.500 BTC. Selanjutnya 328.500 disebut dengan Flow.
Setelah dimasukkan kedalam rumus SF, dapat diketahui:
18.375.000 / 328.500 = 56
Dari nilai SF – rasio Stock to flow bitcoin setelah halving 2020 yakni 56 tersebut, angkanya menjadi lebih mendekati rasio emas. Dan angka ini akan semakin membesar lagi ketika momentum 4 tahun lagi di tahun 2024 yang akan datang. Sehingga nilainya akan lebih besar dan melebihi rasio SF emas yang berjumlah 60 tadi.
Hal tersebut memungkinkan terjadi lantaran Bitcoin memiliki mekanisme distribusi, Bitcoin Halving, sementara Emas tidak punya hal tersebut. Namun, jika emas memiliki tingkatan mekanisme distribusi serupa, seperti halving emas, jelas nilai rasionya akan meningkat lebih besar juga.
Lebih jauh, berangkat dari Rasio Stock to Flow inilah, kemudian PlanB memiliki gagasan tentang Teori Rasio Stock to Flow Bitcoin, atau yang juga dikenal dengan sebutan S2F Model.
Teori Model Rasio Stock to Flow Bitcoin – S2F Model
Perancang teori S2F Model, PlanB, lalu membuat sebuah penelitian bahwa berdasarkan pengukuran SF (Stock to Flow) bisa dipergunakan untuk mengukur prediksi harga Bitcoin dalam waktu tertentu. Dalam penelitian yang dilakukan, PlanB mengambil data harga bitcoin dari rentang waktu antara Desember 2009 sampai Februari 2019.
Perlu diketahui, bahwa di bulan Desember 2009 itulah pertama kali Bitcoin mulai dijalankan pertama kali. Sementara pada bulan Februari 2019, adalah masa terakhir acuan harga yang dipergunakan PlanB untuk menyusun hipotesa tersebut. Sehingga dengan rentang waktu itu menghasilkan total ada 111 data poin.
Sedikit hal tentang permodelan sistem, bahwa model yaitu alat bantu atau media yang dapat digunakan untuk mencerminkan dan menyederhanakan suatu realitas secara terukur. Model ini dapat menerangkan cara kerja sistem dan hubungan keterkaitan antar sistem secara terukur, Tamin – 1997.
Fungsi akhir dari pemodelan tidak lain adalah memberikan gambaran ke depan, atau setidaknya memberikan prediksi. Dari output berupa prediksi ini diharapkan bisa sesuai dengan kenyataan yang ada. Dalam hal ini, perencanaan pemodelan harus menggunakan kombinasi yang cukup baik antara kompleksitas model dengan ketetapan data yang ada.
Berdasarkan pengumpulan data yang telah dilakukan PlanB, dapat menghasilkan model yang langsung terkait dengan harga Bitcoin berdasarkan rasio SF. Dari momentum halving secara berkelanjutan, nilai rasio SF Bitcoin menghasilkan angka berlipat. Sehingga jika dimasukkan parameter rasio SF di tiap titik yang berbeda secara berkelanjutan, akan menghasilkan nilai yang kurang lebih sama, atau sekitar 95% pada regesi linier.
Dengan umur perjalanan bitcoin yang masih muda, mekanisme moneter bitcoin memang dapat dikatakan masih berupaya untuk membentuk garis linernya sendiri. Berdasarkan pengujian penelitian berdasarkan rasio SF di tiap Halving Bitcoin secara berkesinambungan, capaian yang nampak hendak dibentuk mengarah pola rasio SF 100 dengan total kapitalisasi pasar sebesar USD 20 trilyun.
Sedangkan untuk SF 50 dengan acuan pada bitcoin halving di bulan Mei 2020 mendatang, valuasi pasarnya akan mencapai USD 1 trilyun, dengan harga sekitar USD 55.000.
Dari hasil yang diperoleh tersebut, PlanB menemukan ada kesesuaian relasi antara SF dengan Power Law. Pada konteks yang lebih luas seperti statistik, Power Law adalah hubungan fungsional antara dua kuantitas, dengan perubahan yang relatif terjadi pada satu kuantitas akan menghasilkan perubahan secara proporsional dalam kuantitas lainnya. Terlepas dari ukuran awal jumlah kuantitas itu, satu kuantitas yang berbeda akan berperan sebagai daya terhadap kuantitas lainnya.
Acuan prediksi harga Bitcoin dalam kurun waktu tertentu yang dipakai dalam penelitian PlanB ini adalah:
Model price (USD) = exp(14.6) * SF ^ 3.36
Pada pendekatan secara linier disebutkan tidak 100% benar, tentu saja. Akan dipengaruhi oleh banyak faktor. Misalnya seperti regulasi, berbagai insiden yang terjadi, dan hal lain yang berpotensi untuk mempengaruhi pasar.
Meski demikian, ada kedekatan yang cukup signifikan. Namun faktor yang paling dominan dalam mempengaruhi perubahan prediksi harga pasar tersebut adalah kelangkaan itu, atau Stock to Flow (SF). Sementara dari pendekatan fungsi Power Law lebih komplex. Sehingga properti yang digunakan juga lebih random pada sebuah sistem.
Hasil penelitian Model Rasio Stock to Flow Bitcoin dari PlanB mendapat sejumlah kritik juga. Sebagian besarnya adalah membandingkan dengan teori Efficient Market Hypothesis (EMH) atau Konsep Pasar Efisien.
Secara umum, EMH adalah hipotesis yang menyatakan bahwa sebuah surat berharga menggambarkan ketersediaan informasi terkait surat berharga itu secara lengkap. EMH memang teori yang berlaku pada ekonomi dan berasal dari gagasan Friedrich Hayek, 1974. Oleh sebab itu Friedrich dalam gagasannya tentang EMH memandang pasar seperti sebuah proses sistem informasi, dan memberikan harga yang sebaik mungkin.
Namun dalam banyak hal yang terkait dengan kompleksitas Bitcoin jika dibandingkan dengan keuangan modern saat ini, EMH juga dipandang memiliki sisi kelemahan. EMH banyak pula dipengaruhi oleh sumber media-media besar. Hal ini kemudian banyak digunakan oleh spekulan sebagai bahan pertimbangan untuk mendulang keuntungan. Sementara perspektif secara fundamental lebih banyak ditinggalkan. Namun sebagian besarnya lagi berpandangan sebaliknya.
Garis besarnya, pandangan EMH adalah menyiratkan bahwa Model Rasio Stock to Flow perkiraan harga itu harus sudah ditentukan di pasar itu. Alasannya karena model S2F menggunakan data yang sudah disajikan kepada publik. Sementara di sisi berbeda, EMH juga memberikan kesimpulah yang terlalu berlebihan terhadap potensi resiko Bitcoin di masa depan.
Namun ada pula yang menggunakan pendekatan berbeda dengan memodifikasi Model Rasio Stock to Flow (S2F) dari PlanB. Misalnya saja pada versi digitalik.net. Disitu menyebutkan modifikasi yang dilakukan berdasarkan pada total kepemilikan BTC Satoshi Nakamoto yang diperkirakan sekitar 1 juta BTC.
Sehingga, jumlah BTC itu dianggap memberikan dampak tersendiri pada prediksi harga yang dihasilkan. Selanjutnya, modifikasi rumusnya adalah:
Model price (USD) = exp(-1,84) * SF ^ 3,36
Tambahan properti yang dilakukan tersebut tentu sah-sah saja. Meskipun pada kalkulasi itu tidak mempengaruhi nilai SF. Alasannya berapapun jumlah BTC Satoshi Nakamoto, acuan yang digunakan dalam mencari nilai SF tidak akan terpengaruhi. Termasuk jika satoshi muncul hingga terbesit keinginan untuk menjualnya. Walau bagaimanapun, acuan prediksi tetaplah bersifat semata-mata prediksi. Satu garis besar yang bisa ditarik kesimpulan secara obyektif adalah bagaimana kelangkaan itu memberikan dampak yang lebih rasional dan obyektif. Terlepas berapapun nilai prediksi harga Bitcoin di masa depan.