Penyelenggaraan pemilu pakai blockchain sebagai teknologi yang melatarbelakangi sistem itu kini mungkin layak disebut sebagai hype belaka. Baru-baru ini, aplikasi Voatz, aplikasi pemilu berbasis blockchain juga sudah dihentikan di Virginia Barat.
Alasan penghentian pemilu pakai blockchain melalui aplikasi Voatz itu tidak lain lantaran celah keamanan yang dinilai riskan. Sekretaris Negara Bagian Virginia Barat dari partai Republik, Mac Warner memberikan pernyataannya di NBC (29/2/2020).
Mac Warner menyatakan bahwa keputusan itu lantaran para pemilih di luar negeri tidak bisa memilih dengan aplikasi Voatz tersebut karena dinilai ada kerentanan. Atas dasar itu, Virginia Barat lebih memilih menggunakan layanan dari Democracy Live menggantikan aplikasi Voatz.
Layanan Democracy Live ini adalah layanan pemungutan suara yang dilakukan secara online. Namun pemilih dalam hal ini dilakukan melalui pos. Sementara untuk aplikasi Voatz sendiri tahun lalu memang sudah sempat dicurigai telah ditembus penyerang.
Di tahun 2019, pihak FBI sudah pernah melakukan identifikasi penyerangan yang memungkinkan terjadi pada proses pemilihan di Virginia Barat tahun 2018 silam. Belum lagi, nampaknya juga belum ada kesepakatan resmi dari pemerintah dengan Voatz.
Yang paling menarik adalah bahwa penggunaan blockchain untuk sistem pemilu ini sudah lama dikritisi oleh sejumlah pengamat. Di tahun 2018 silam, Arvind Narayan sudah pernah memberikan kritik yang juga diulas di NBC News.
Dalam ciutan di tahun itu, Arvind Narayan mengatakan, “Jika anda berupaya meyakinkan Walmart, perlu tracking buah Alpukat atau apapun, mungkin masih diterima. Namun jika anda mengacaukan infrastruktur kritisnya, anda sudah melompat pagar,” tulisnya.
Arvind Narayan juga melampirkan tautan pemberitaan yang pernah dipublikasikan New York Times. Pemuatan itu kemudian mendapat kritik pedas melalui VanityFair di tahun 2018. Dalam ciutannya itu, Arvind Narayan menilai bahwa New York Times sungguh tidak bertanggung jawab dengan menggiring opini pemilu pakai blockchain dengan tingkat keamanan yang lemah.
Sementara dari pemuatan yang diunggah oleh Vanityvair (7/8/18), menunjukkan dengan gamblang bahwa aplikasi voting berbasis voting asal Boston untuk diaplikasikan di Virginia Barat cukup buruk. Kritik dari Buzz Andersen, seorang pengembang piranti lunak menyebut dengan istilah “Theranos of voting”.
Joseph Lorenzo Hall, dari Center of Democracy & Technologi saat itu sudah menyebut Voatz sebagai ide yang cukup buruk. Sementara Kevin Beaumont juga pernah menciutkan hal senada dengan menyoroti enkripsi data data sampai otentikasi yang dinilai usang. Menurutnya, Voatz akan jadi bumerang besar. Sistem pemilu saat ini juga mendapat ruang panas terutama di AS yang sebentar lagi bakal menyelanggarakan pemilu di tahun 2020.
(gambar: polling station oleh John Mounsey via Pixabay)