Regulasi SVF, Stored Value Facilities dari Bank Sentral UEA (Uni Emirat Arab) sudah diterbikan pada 30 September 2020 lalu. Regulasi SVF ini mengatur ketentuan bagi sektor pembayaran ritel, termasuk yang terkait dengan aset kripto seperti Bitcoin.
Regulasi SVF secara resmi menggantikan aturan sebelumnya di tahun 2016. Namun pada regulasi SVF yang baru ini, bersifat lebih ketat secara substantif agar semua pelayanan bisa berfungsi dengan baik. Namun peraturan SVF ini tidak berlaku di zona perdagangan bebas seperti Abu Dhabi dan Dubai. Pasalnya, dua wilayah itu diatur khusus melalui otoritas zona bebas.
Saat regulasi yang terdiri dari 85 halaman itu dirilis, banyak beredar publikasi yang keliru dengan menyatakan secara implisit jika Bank Sentral UEA telah “resmi” melegalkan mata uang kripto. Padahal, maksud dan tujuan regulasi SVF tersebut secara detil lebih mengacu pada pengaturan entitas dan layanan SVF di Uni Emirat Arab.
Beberapa saat kemudian tertanggal 6 Desember 2020, Bank Sentral UEA kembali menerbitkan klarifikasi terkait hal tersebut. Pada edaran klarifikasinya, Bank Sentral UEA menjelaskan bahwa mata uang resmi di UEA adalah Dirham UEA. Sementara aset kripto seperti bitcoin atau aset virtual lainnya tidak diterima sebagai alat pembayaran yang sah di UEA.
Regulasi SVF yang diterbitkan pada dasarnya dalam rangka memberikan lisensi penyedia layanan SVF yang menerima sejumlah uang atau setara dengan nilai uang. Dalam hal ini, aset kripto atau aset virtual termasuk di dalamnya. Sehingga,penerimaan aset layanan SVF pun bernilai ‘sesuai’ dengan nilai yang sama seperti yang terkandung pada aset tersebut.
Edaran klarifikasi bank sentral UEA juga menyebut masih dalam proses perumusan peraturan layanan pembayaran ritel baru untuk token. Dalam hal ini, token yang dimaksud adalah token aset kripto yang didukung oleh mata uang fiat, dan digunakan untuk alat pembayaran.
Penerbitan regulasi SVF dalam rangka memberikan fasilitas akses lebih mudah bagi FinTech dan penyedia layanan pembayaran non-bank lain ke pasar UEA. Memberikan perijinan kepada penyedia layanan pembayaran non-bank. Serta mengurangi nilai persyaratan modal dari yang sebelumnya AED 50 juta menjadi AED 15 juta.
Bagi penerbit atau pelayanan SVF dari luar negeri yang tidak memiliki lisensi, dilarang untuk melakukan kegiatan termasuk promosi melalui iklan, ajakan melalui undangan, dan dilarang beroperasi, sampai tidak diberikan akses ke SVF. Aturan larangan penyedia layanan luar negeri dalam regulasi SVF, memberikan batasan yang lebih jelas. Bahkan termasuk juga untuk nama domain UEA.
Lebih khusus terkait dengan peraturan aset kripto, muncul di SVF setelah Otoritas Sekuritas dan Komoditas UEA (SCA) menyetujui draf Peraturan Penerbitan dan Penawaran aset kripto (ICAR) di bulan Oktober 2020.
Peraturan tersebut pada akhirnya meluas pada sektor keuangan lain. Pasalnya dengan aset kripto pun berpotensi lintas batas dan melibatkan banyak pengguna di UEA. Pada rancangan ICAR sudah mencakup dua hal utama. Pertama tentang pembuatan, penerbitan, dan pemasaran aset kripto.
Kedua adalah soal perijinan pasar kripto, platform penggalangan dana, sampai semua aktifitas yang terkait dengan layanan kripto lain. ICAR sendiri bermaksud untuk memberikan perlindungan kepada investor tentang aset kripto, termasuk juga sebagai pengawasan. Sedangkan pengawasan tersebut termasuk meliputi persyaratan pelacakan berdasarkan riwayat transaksi aset kripto.