IMF – Dana Moneter Internasional menyatakan bahwa pandemi Corona Covid 19 menjadi penyebab krisis ekonomi dan keuangan global. Pernyataan itu diungkapkan Ketua Komite Moneter dan Keuangan Internasional, Lesetja Kganyago bersama Kristalina Georgieva selaku Direktur Pelaksana IMF, hari ini (28/3/2020).
Melalui panggilan konferensi yang dilakukan tersebut disebutkan bahwa pandemic corona telah berubah menjadi krisis ekonomi dan keuangan global. Kristalina Georgieva mengatakan bahwa banyak Negara yang terkena wabah sudah menghentikan aktifitas ekonomi secara mendadak. Hal itu dinilai mengakibatkan kontraksi ekonomi di tahun 2020 ini.
“Kita berada dalam situasi yang belum pernah terjadi, ketika pandemi kesehatan global berubah menjadi krisis ekonomi dan keuangan,” terang Georgieva. Akibatnya dari krisis tersebut membuat negara anggota IMF mengambil kebijakan yang beragam. Termasuk kebijakan dalam menyelamatkan penduduknya, dan menyelamatkan aktifitas ekonomi.
Pandangan Georgieva, prioritas kebijakan yang harus diambil adalah mentargetkan dukungan fiscal untuk rumah tangga dan bisnis. Kedua target itu dianggap sebagai upaya untuk mempercepat pemulihan.
Selain itu, Georgieva juga mengatakan bahwa dampak krisis akan cukup terasa di pasar negara berkembang maupun negara maju. Dan yang paling terdampak adalah Negara dengan tingkat penghasilan yang rendah.
Pekan lalu, IMF sudah menyatakan kesiapannya untuk memberikan gelontoran utang sebesar USD 1 trilyun. Jika dirupiahkan, jumlah gelontoran utang dari IMF itu setara dengan Rp. 15.000 trilyun. Dana pinjaman ini siap digelontorkan untuk menghisap negara anggota IMF yang sedang terdampak virus corona – covid19.
Sedangkan di AS, upaya itu sudah dilakukan melalui gelontoran suntikan dana dari The Fed selama beberapa periode. Terakhir adalah suntikan dana berupa stimulus senilau USD 2 Trilyun. Awalnya kebijakan Repo The Fed yang direncanakan adalah sebesar USD 1 trilyun tiap hari sampai akhir bulan Maret. Belakangan sudah disepakati bahwa jumlah total kebijakan repo adalah senilai USD 2 trilyun.
Apa Benar Pandemi Corona Covid 19 Menjadi Pemicu Krisis Ekonomi?
Pernyataan IMF mungkin ada benarnya jika dimaknai bahwa krisis ekonomi dipicu lebih cepat karena terdampak pandemi virus corona. Namun pernyataan IMF juga bisa bermakna telah menutupi kondisi sebenarnya.
Bahwa situasi perekomian global memang sudah berada di ujung tanduk. Di Amerika Serikat sendiri, dari rentang tahun 2002 hingga 20018 nilai mata uang dolar sudah jatuh hingga 6% berdasarkan US Dollar Index.
Berdasarkan data dari Statista yang dirilis bulan Oktober 2019 lalu, sudah ada 15 negara dengan rasio utang yang melebihi 100% GDP masing-masing negaranya. Dan salah satunya adalah Amerika Serikat yang rasio utangnya mencapai 106,22% dibandingkan GDP.
Total utang AS dari kurun waktu Februari 2019 sampai Februari 2020 mencapai USD 23,4 trilyun. Jumlah itu jauh lebih besar dari sebelumnya yang hanya sekitar USD 1,29 trilyun. Dalam hal ini, mata uang dolar dapat kolap karena bisa dipicu tidak adanya underlying. Hal itu berakibat pada menurunnya nilai mata uang dolar dan mengakibatkan rasio utangnya makin tinggi.
Pada bulan Februari lalu, muncul hasil analisis dari peneliti MIT yang menyebutkan bahwa resesi segera muncul dalam tempo enam bulan lagi saat laporan risetnya dipublikasikan. Gejala yang nyata dilihat oleh para peneliti lantaran ada kemiripan data di kala masa perang dunia I tahun 1916.Padahal di tahun 2019 isu resesi sudah muncul dan menyeruak. Nampaknya resesi yang disebut di tahun 2019 masih bisa ditahan.
Namun di tahun 2020, adalah situasi yang sama sekali berbeda. Pandemi virus corona covid 19 seakan mempercepat proses krisis itu. Namun jika disebut sebagai penyebab, kondisi riilnya perlambatan pertumbuhan ekonomi di banyak negara sudah jauh terlihat terlihat sebelumnya. Pandemi corona covid 19 adalah kambing hitam yang tepat.