Bitcoin Media – Berita Kripto. Secara umum, berita bitcoin mingguan kali ini masih berkutat pada pergerakan harga pasar yang tidak banyak berubah. Harga bitcoin sendiri pada hari ini (21/10/19) masih bertahan di poin Rp 118 juta per BTC.
Pergerakan harga itu juga banyak dialami di sebagian besar pasar kripto, baik di varian altcoin maupun token. Untuk harga bitcoin sendiri, harga saat ini masih lebih rendah dibandingkan dengan tanggal 27 Mei yang lalu. Di tanggal tersebut, harga Bitcoin masih lebih tinggi sekitar USD 8.541 atau senilai dengan Rp 120 juta per BTC.
Momentum Bitcoin Halving
Bitcoin, akan tetap banyak mempengaruhi dinamika harga Altcoin maupun Token. Besaran dominasi Bitcoin di pasar ini masih besar, sekitar 66,7 persen.
Melihat dari momentum halving Bitcoin yang bakal terjadi tahun mendatang, umumnya hal ini sudah terlihat perbedaannya. Namun, apa yang terjadi saat ini mungkin akan sedikit jauh berbeda.
Ambil contoh saja seperti yang pernah terjadi di bulan Juli tahun 2016 silam. Perubahan harga secara drastis sudah mulai terjadi semenjak 6 bulan sebelumnya. Ditambah kembali, rally kenaikan harga yang terjadi secara signifikan memuncak di sepanjang tahun 2017.
Lantas apa yang terjadi setelah lepas di tahun 2017 itu adalah kondisi yang sepenuhnya terbalik 180 derajat. Hal itu berlanjut hingga sepanjang tahun di 2018. Dan kemudian terus berkesinambungan belum berubah di tahun 2019 ini.
Berdasarkan fakta yang telah ada. Jumlah varian Altcoin baru terus bertambah dari waktu ke waktu. Di susul kemudian era liar proyek-proyek ICO yang pada akhirnya mulai tumbang di tahun yang sama, tahun 2018.
Tercatat sudah ada 3.013 varian kripto yang tercatat versi CoinMarketCap. Membengkaknya jumlah varian altcoin dan Token baru ini jelas lebih besar ketimbang yang ada di tahun 2016 silam. Di tahun 2017 saja, total jumlah varian kripto baru masih berkisar 1360 varian kripto dan token.
Total itu meningkat 2 kali lipat lebih di tahun 2019. Dalam hal ini, makin banyaknya varian itu membuat konsentrasi yang ada kian terbagi-bagi dalam sekian banyak segmentasi. Sementara, dari tahun 2017 sampai 2018, sudah menciptakan badai kekecewaan yang mendalam. Terutama sebagai akibat dari sekian banyak kekecewaan investor di segmentasi proyek-proyek kripto dan token baru yang telah gagal atau stagnan dan berhenti, fraud, dan lain-lain.
Di sisi pengembangan teknologi, Bitcoin sudah banyak melakukan pengembangan yang cukup signifikan. Mulai dari lapisan jaringan kedua, Lightning Network, Segwit, dan lain sebagainya. Sayangnya kondisi akan hal ini banyak tertutup oleh kepentingan spekulan.
Perang kepentingan ini setidaknya memang telah banyak memberi dampak kepada perilaku pasar. Mulai dari serangkaian percobaan untuk menarik investor institusional lewat perdagangan Bitcoin berjangka. Dari sekian banyak instrumen tersebutlah yang akan banyak membuat perbedaan besar pada momentum Halving Bitcoin tahun mendatang.
Kontroversi Bitfinex
Kontroversi Bitfinex juga telah banyak menyumbang iklim ketidakpastian pada dunia kripto, terutama berdampak signifikan kepada Bitcoin. Bursa Bitfinex ini sudah cukup kerap dipandang besar potensinya untuk praktek pump and dumping harga Bitcoin melalui penciptaan varian Stablecoin USDT.
Dalam beberapa waktu lalu, pihak Bitfinex berupaya menunjuk saksi dari pihak perusahaan Crypto Capital, yang dianggap punya banyak andil atas USD 850 juta dana yang telah dibekukan oleh pengadilan.
Crypto Capital ini, dianggap telah memfasilitasi transfer dana Bitfinex bernilai besar tersebut. Total dana yang ada itu, sudah disita oleh pihak berwenang di Polandia atas indikasi tindak pencucian uang. Di tahun 2018 sebelumnya, Bitfinex menyebut sudah ada USD 500 juta dana di Polandia yang telah dibekukan.
Namun kemudian ada lagi USD 300 juta dana Bitfinex atas nama Global TradeSolution AG (GTS), namun juga beroperasi menggunakan atas nama Crypto Capital, perusahaan yang sama. Atas hal itu, Bitfinex juga meminta kesaksian dari Clyde Monro, pimpinan direksi TCA Bancorp, yang juga banyak berelasi dengan Crypto Capital. Selain itu, Bitfinex juga menyeret pimpinan Crypto Capital, Ozzie Yosef, dan juga saudara kandungnya yang bernama Ravid Yosef, dan juga Dennis Fowler salah satu pemilik besar saham di GTS.
Ekosistem Pertambangan Sudah Lama Lesu
Menurunnya harga bitcoin sejak selepas tahun 2017 jelas memberikan implikasi besar pada ekosistem pertambangan, lebih khusus lagi untuk ekosistem pertambangan Bitcoin. Di ekosistem pertambangan ini, kurang lebih profitabilitasnya sudah menurun sejak dua tahun lalu, dari tahun 2018-2019.
Selama rentang waktu itu, ekosistem pertambangan Bitcoin, yang saat ini tetap dijadikan acuannya adalah sudah banyak evolusi juga. Mulai dari penggunaan energi alternatif, sampai tahap efisiensi perangkat pertambangan.
Namun apa yang terjadi pada dua tahun terakhir, bisa dibilang profitabilitas pertambangan sudah menurun selama berturut-turut. Penurunan itu tentu saja tidak hanya disebabkan karena harga Bitcoin yang turun saja, melainkan oleh beberapa hal.
Mulai dari meningkatnya biaya listrik untuk operasionalnya, kebijakan yang kian memperketat operasi pertambangan kripto, dan hal-hal lainnya. Namun, dari penurunan profitabilitas ini, besar juga akan mendorong harga bitcoin di pasar untuk naik. Alasannya jelas, apakah penambang mau terus-terusan dalam kondisi hanya mendulang untung kecil? Tentu saja tidak.
Dari yang pernah ditulis di Forbes, sebagian besar penambang yang masih mendulang untung lebih besar adalah dari kalangan penambang yang hanya mengeluarkan biaya operasional listrik dibawah 10 sen dolar per kWh. Sejauh ini, wilayah dengan biaya listrik cukup rendah berada di Siberia. Besaran tarif listriknya hanya 0,055 sen dolar per kWh.