Michael Joseph Morell, mantan Direktur CIA (Central Intelligence Agency) di Amerika Serikat baru-baru ini merilis hasil analisis penggunaan Bitcoin untuk aktifitas terlarang dan pendanaan teroris. Analisis itu ditulis Joseph Morell bersama dengan rekannya Josh Kirshner dan Thomas Schoenberger di Beacon Global Strategies. Hasilnya, penggunaan bitcoin untuk aktifitas terlarang itu justru saat ini bernilai cukup kecil.
Analisis Joseph Morell yang kini bergabung di Beacon Global Strategies sebagai Konselor Senior sejak dirinya pensiun dari CIA tahun 2013 silam menyebutkan, nilai prosentasi transaksi bitcoin untuk aktifitas terlarang hanya kurang dari 1 persen dari keseluruhan volume transaksi saat ini.
Data yang disajikan tersebut dikroscek pula berdasarkan hasil laporan terbaru dari Chainalysis yang sama menyebutkan hanya kurang dari 1 persen dari rentang waktu tahun 2017 sampai 2020. Sebagai pembanding, hasil analisis bulan Februari 2021 dari perusahaan analitik blockchain lain, CipherTrace juga menyebutkan nilai 0,5% saja dari total keseluruhan volume transaksi Bitcoin.
Kenyataan tersebut justru berbanding terbalik dengan fakta penggunaan mata uang Fiat secara global. Besaran prosentase penggunaan fiat untuk aktifitas terlarang mencapai 2% sampai 4% dari keseluruhan GDP secara total dunia.
Temuan yang disampaikan dari FinCEN Bank Secrecy Act (BSA) yang pernah dirilis pada 15 November 2019 pada Chainalysis Blockchain Symposium saat itu cukup menarik. BSA menyebutkan bahwa database yang terekam mencatat sebesar 300 juta aktifitas transaksi mencurigakan (SARs – Suspicious Activity Reports). Dan database tersebut bertambah sebesar 20 juta transaksi setiap tahunnya.
Meski dalam hasil analisis itu juga menyatakan bahwa besaran jumlah itu masih berupa estimasi saja, namun dalam hasil analisisnya secara gamblang juga menyatakan ada perbedaan jauh. Terutama jika dibandingkan dengan membesarnya jumlah volume transaksi bitcoin namun penggunaan untuk transaksi terlarang cukup kecil.
Joseph Morell dan kawan-kawan dalam analisis itu justru menggaris bawahi besarnya aktifitas transaksi terlarang menggunakan mata uang fiat. Menurutnya, rangking teratas penggunaan transaksi terlarang masih dipegang oleh system perbankan tradisional, bukan menggunakan cryptocurrency.
Fakta tersebut juga diperkuat dengan hasil laporan BAE System di tahun 2020 lalu. Hasil laporan itu menyetakan:
“Identifikasi pencucian uang melalui mata uang kripto tetap relatif kecil dibandingkan dengan volume pencucian uang melalui metode tradisional”.
Sementara yang berkaitan dengan aktifitas transaksi pendanaan teroris, mantan CIA itu cukup yakin bahwa saat ini cryptocurrency bukanlah menjadi media yang banyak digunakan organisasi-organisasi teroris. Dirinya juga mengacu dari hasil analisis yang pernah dilakukan RAND Corporation disekitar tahun 2019. Saat itu RAND menyatakan bahwa penggunaan cryptocurrency untuk teroris cukup kecil, tidak ada cryptocurrency yang menyediakan kebutuhan untuk bisa digunakan para teroris tersebut.
Meskipun, pada masa-masa awal saat Bitcoin dan cryptocurrency mulai mencuat luas, pakar teroris di CIA sudah memberikan catatan khusus tentang cryptocurrency yang awalnya dinilai cukup potensial untuk tindak terlarang. Namun, pandangan itu kian menjadi pandangan yang usang.
Sebaliknya, teknologi blockchain yang diusung oleh Bitcoin menjadi sebuah perangkat forensik yang cukup ampuh. Bagi pihak CFTC yang pernah menyatakan, “Cukup mudah bagi penegak hukum untuk melakukan tracing aktifitas transaksi terlarang menggunakan bitcoin ketimbang harus kroscek lintas Negara melalui transaksi perbankan tradisional, dan transaksi terlarang itu justru lebih mudah menggunakan mata uang tunai.