Daya Konsumsi Listrik Jaringan Bitcoin – Menyamai Demark Tahun 2020
Konsumsi Listrik Bitcoin. Cukup menarik membaca ulasan Sebastiaan Deetman yang berkaitan dengan daya konsumsi listrik pada jaringan Bitcoin. Deetman menggambarkan bahwa tingkat komsumsi listrik Bitcoin akan setara dengan konsumsi listrik negara Denmark di tahun 2020.
Sebastian Deetman adalah lulusan Ekologi Industri Universitas Leiden tahun 2010. Pernah bekerja dan banyak berkecimpung dalam penelitian tentang iklim dan cuaca di kantor PBL Netherlands Environmental Assessment Agency. Mempunyai latar belakang pengetahuan dalam kimia lanjutan, Life Cycle Assessment (LCA), Ekologi Industri, dan Energy Modelling.
Deetman dalam tulisannya menjelaskan ada beberapa hal yang cukup menarik. Deetman mengawalinya dengan mengacu pada artikel Christopher Malmo di MotherboardVice. Malmo pada artikelnya, menggarisbawahi bahwa tingkat konsumsi listrik dalam jaringan Bitcoin cukup besar.
Malmo menghitung bahwa pada satu transaksi dalam jaringan Bitcoin membutuhkan konsumsi listrik yang sepadan dengan konsumsi harian 1,6 penduduk rumah tangga di Amerika. Dan jumlah konsumsi listrik itu bertambah.
Pendapat Malmo dalam tulisannya, “Mengadopsi Bitcoin sebagai mata uang utama, kapanpun dalam beberapa dekade kedepan, itu hanya akan memperburuk perubahan iklim antropogenik. Kita jadi terlambat dan sia-sia, karena telah meningkatkan konsumsi listrik,” tulis Malmo.
Sebastian Deetman memiliki cukup pengalaman dalam skenario pengembangan energi. Dia ingin menunjukkan bagaimana skenario energi dalam Bitcoin berjalan beberapa waktu di masa depan. Hasil temuannya tidak cukup menggembirakan. Setelah Deetman mengkalkulasi, jika jaringan Bitcoin terus berkembang dengan cara seperti pada kondisi saat ini, maka itu bisa menyebabkan konsumsi listrik jaringan Bitcoin akan terus bertambah.
Ia mengasumsikan tingkat konsumsi listrik dalam jaringan Bitcoin di masa mendatang seperti sebuah pembangkit listrik kecil yang menghasilkan listrik kecil, namun daya konsumsi listrik listriknya ibarat sebuah negara kecil seperti Denmark pada tahun 2020.
Faktor Yang Menentukan Konsumsi Energi Listrik Pada Jaringan Bitcoin
Pada transaksi Bitcoin, akan diproses dan divalidasi oleh para penambang dalam jaringan Bitcoin. Para penambang ini menggunakan sebuah hardware khusus dalam pertambangannya. Sedangkan dalam pertambangan tersebut melakukan kalkulasi dan perhitungan yang disebut dengan “hash”.
Operasi Hash tersebut diperlukan sebagi pemecahan solusi algoritma matematis yang kompleks. Jika penambang berhasil, akan mendapatkan sejumlah unit Bitcoin baru (reward), dan ditambah pula dengan sejumlah tertentu dari biaya transaksi.
Proses menambang inilah yang akan menjamin keamanan sistem dalam jaringan Bitcoin. Menurut Deetman, proses pertambangan Bitcoin ini mengkonsumsi listrik kurang lebih 350 megawatt. Jumlah itu setara dengan kebutuhan listrik 280.000 rumah tangga di Amerika.
Efisiensi Hardware Mining
Jumlah daya komputasi hardware dalam operasional pertambangan Bitcoin diukur dengan hashrate (hash per detik). Sedangkan efisiensi hardware tersebut dapat diukur dengan satuan Joule per hash.
Total kecepatan kalkulasi dalam jaringan pertambangan Bitcoin saat ini lebih dari 800 petahashes per detik. Setelah melakukan perhitungan, Deetman menyebutkan, dari jumlah total 800 petahashes per detik itu akan membutuhkan hardware dengan berat sebesar 10.000 ton. Meskipun pada hardware mining baru, beratnya lebih dari 12 kilogram, pada setiap hardwarenya (15 gram per GHash/detik).
Dari perhitungannya terhadap total berat hardware berdasarkan seluruh total kecepatan komputasi di Jaringan pertambangan Bitcoin saat ini tersebut, Deetman mengatakan:
“Jumlah itu cukup sebagai bahan material untuk membangun satu lagi menara Eifel.”
Deetman melakukan perhitungan berat total hardware ini berdasarkan data total hashrate yang diperoleh dari blockchain.info. Total hashrate itu, terdiri dari semua pool mining di jaringan Bitcoin dari waktu ke waktu lebih dari 800 terahashes perdetik. Selain itu, Deetman juga melakukan perhitungan berdasarkan data tanggal release para penambang. Dia mencatat berat beban menambang tersebut dalam satuan kilogram. Dari rata-rata 32 penambang di bulan Maret 2014 (tidak termasuk penambang sebelum tahun 2014), dia menghitung sebesar 15 gram per Ghash/detik. Dari perhitungan rata-rata ini, untuk bisa menghasilkan kecepatan komputasi sebesar 800 petahashes perdetik akan dibutuhkan 12.000 ton hardware menambang Bitcoin. Dan total berat itu melebihi material kontruksi menara Eifel yang beratnya 10.000 ton.
Pada desain material menara Eifel, secara keseluruhan baik material logam dan non logam, diperkirakan berat totalnya kurang lebih 10.000 ton.
Pada masa-masa awal Bitcoin menjadi sebuah fenomena, para penambang Bitcoin lebih banyak menggunakan perangkat komputer maupun laptop untuk menambang. Kemudian tingkat kesulitan Bitcoin berangsur meningkat. Disusul kemudian dengan adanya perkembangan pertangkat pertambangan Bitcoin ke kartu grafis, GPU. Lalu meningkat lagi pada perangkat keras yang lebih canggih dan efisien. Perangkat canggih ini disebut dengan Sirkuit Terpadu Aplikasi-Spesifik, atau ASICs (Application Specific Integrated Circuits).
Sementara untuk mengukur sampai dimana tingkat efisiensi hardware menambang Bitcoin kaitannya dengan sumber daya listrik yang dibutuhkan, Deetman juga melakukan riset terkait perkembangan hardware ASIC itu dari waktu ke waktu.
Dia mengambil perbandingan hardware mining sebelumnya, dan menambahkan beberapa hardware mining baru berdasarkan tanggal pengiriman pertama hardware tersebut. Deetman melihat kesemuanya itu dari berbagai sumber yang menjelaskan tentang spesifikasi, vendor produsen, dari berbagai ulasan, posting blog, review hardware, dan lainnya. Kemudian dia memasukkan pengecualian atas produk-produk yang tidak pernah terkirim kepada pelanggan. Dan juga pengecualian pada produk-produk yang dianggap tidak efisien oleh pelanggan.
Hasilnya, Deetman mencatat ada 53 perangkat pertambangan Bitcoin, lalu menyusunnya berdasarkan tingkat efisiensi terhadap tanggal asli pengiriman perangkatnya.
Pada grafik itu, Deetman tidak memasukkan USB miner kedalam garis tren. Karena efisiensinya yang cukup rendah. Pada grafik itu juga bisa diihat tren 46 perangkat menambang yang tergolong menjadi dua. Merepresentasikan sisi optimis dan juga asumsi pesimis pada pengembangan masa depan.
Tren pesimis pada grafik itu berdasarkan kondisi umum perangkat ASIC Miner pada titik-titik berwarna biru. Diawali dengan tingkat konsumsi listrik yang tinggi, lalu tingkat efisiensi konsumsi listriknya berkembang dan meningkat. Hal itu menunjukkan proyeksi masa depan yang sedikit lebih optimis. Sedangkan pada tren bergaris hitam tebal pada grafik menunjukkan penurunan eksponensial konsumsi listrik yang drastis. Deetman melihat hal ini sebagai yang paling cocok untuk efisiensi jangka panjang, karena penurunan konsumsi listriknya lebih tinggi dan drastis.
Catatan yang Deetman berikan disini adalah, garis tren pada grafit itu memang memberikan petunjuk pada tingkat konsumsi listrik jaringan Bitcoin terutama pada proses pertambangan di masa mendatang. Namun, kurang bisa mewakili efisiensi konsumsi listrik jaringan Bitcoin saat ini. Karena pada saat ini sebagian besar masih tergantung pada kalkulasi perangkat lama, yang dirasa masih kurang efisien.
Untuk bisa mendekati efisiensi konsumsi listrik jaringan Bitccoin secara keseluruhan, Deetman mengasumsikan bahwa pertumbuhan hashrate seluruh jaringan akan ditentukan dari jumlah kapasitas hardware pertambangan baru yang digunakan dan diinstal setiap bulannya. Kemudian, menggunakan hardware pertambangan itu dalam periode waktu tiga, hingga lima tahun kedepan. Menurutnya, itu baru akan bisa mewakili dari keseluruhan total stok hardware pertambangan Bitcoin.
Dilanjutkan kemudian adalah membuat grafik data perhitungan dalam jangka waktu tiga hingga lima tahun tersebut. Deetman membedakan dua pola besar dalam kurun waktu itu. Antara penggunaan hardware mining yang lama, dibandingkan dengan penggunaan hardware mining baru. Hasilnya nampak pada grafik dibawah.
Nampaknya kemajuan teknologi para produsen chip dan produsen hardware mining Bitcoin bisa memastikan penambangan Bitcoin lebih efisien tiga kali lipat dari grafik itu.
Efisiensi listrik dalam hal pertambangan Bitcoin ini hanyalah satu bagian saja. Bagian lain masih ada yang mengkhawatirkan. Apakah nanti pada saat penggunaan Bitcoin makin bertumbuh, total hashrate jaringan Bitcoin juga akan bertumbuh bahkan tiga kali lipat melebihi peningkatan efisiensi konsumsi listrik jaringan bitcoin?
Deetman menggambarkan ada dua hal yang mempengaruhi pertumbuhan hashrate di jaringan Bitcoin. Pertama adalah faktor popularitas Bitcoin, dan kedua adalah reward blok. Berikut dibawah ini masing-masing penjelasannya:
Popularitas Bitcoin
Perangkat ASIC muncul pertama bulan Januari 2013. Pertumbuhan rata-rata bulanan hashrate di Jaringan Bitcoin cukup tinggi dan menakutkan, hingga 37 persen. Sedangkan harga Bitcoin mengalami peningkatan pesat di tahun 2013. Saat itu Harga Bitcoin mencapai $1.000 di akhir 2013, dan terjadi lagi di awal tahun 2014.
Bisa jadi kenaikan pesat ini terdorong karena sensasi saja. Sehingga tidak akurat jika digunakan dalam perhitungan untuk menggambarkan pertumbuhan hashrate yang diharapkkan. Jadi Deetman berusaha menemukan cara yang lebih realistis, agar bisa membuat estimasi pertumbuhan hashrate tersebut.
Lalu Deetman mulai menggali data hashrate bulanan di blockchain.info. Lalu kemudian dia melihat bahwa pertumbuhan pesat hashrate di jaringan Bitcoin terjadi pada awal ASIC Mining muncul. Sedangkan rata-rata pertumbuhan hashrate di bulan-bulan berikutnya lebih sederhana dan lebih seimbang.
Disitu Deetman membuat dua pola peningkatan pertumbuhan pada 800 petahashes per detik pada masing-masingnya. Satu pola untuk gambaran optimis yang ditentukan dari tingkat rata-rata pertumbuhan jaringan di jangka waktu 12 bulan. Dengan pertumbuhan terendah sejak saat mulai muncul pertambangan ASIC (blok biru kecil di gambar grafik).
Sedangkan pola kedua adalah gambaran pesimis (khusus untuk dampak lingkungan), didasarkan pada jangka waktu tiga bulan sebelumnya dan 12 bulan sesudahnya (blok biru yang lebih besar). Dari gambar itu terlihat peningkatan bulanannya meningkat 12 persen.
Hal itu menunjukkan tingkat pertumbuhan yang tidak pasti. Menurut Deetman, itu terkait dengan harga Bitcoin, seiring penambang akan terus menambah daya menambangnya karena dirasa cukup menguntungkan. Karena harga Bitcoin menjadi cukup volatile, sehingga itu hanya untuk memprediksi saja. Oleh karena itu Deetman hanya mencatat pertumbuhan hashrate bulanan sebesar 5% secara konservatif. Atau paling tidak estimasi pertumbuhan stabilnya 12 persen di tahun-tahun berikutnya.
2. Reward Blok
Faktor kedua yang akan bisa mempengaruhi peningkatan pertumbuhan hashrate adalah reward blok. Termasuk juga adalah perihal pengurangan separuh reward blok kurang lebih 100 hari mendatang.
Kaitan dengan ukuran blok, masih menjadi perdebatan. Namun pada pengurangan nilai menjadi separuh dalam reward blok akan memiliki dampak yang signifikan terhadap besaran konsumsi energi listrik.
Sedangkan, efek jangka panjang dari pengurangan reward blok pada total hashrate masih belum diketahui. Dari beberapa pendapat yang mengatakan bahwa pengurangan reward blok mungkin akan menurunkan insentif penambang Bitcoin. Hal itu akan memberikan dampak penurunan kegiatan penambangan Bitcoin dalam skala besar. Situasi ini kerap disebut sebagai kesenjangan pertambangan (mining gap). Karena menganggap pertambangan manjadi tidak menguntungkan dibandingkan dengan biaya listrik yang dikeluarkan, sampai harga Bitcoin menjadi naik lagi.
Sementara pendapat lain mengatakan bahwa pengurangan itu akan menyebabkan kelangkaan Bitccoin. Dan selanjutnya akan diiringi dengan peningkatan harga Bitcoin secara cepat. Jika harga Bitcoin kembali tinggi dalam tempo yang cepat, akan memungkinkan pertumbuhan hashrate kembali. Meski masih belum diketahui efek manakah dari kedua pendapat ini yang bakal terjadi.
Deetman beranggapan, sebagai asumsi optimis, bahwa kemungkinan pertumbuhan hashrate akan terhenti, paling tidak dalam enam bulan berikutnya akan kembali berangsur naik. Atau bahkan akan terus bertumbuh dan menjadi asumsi pesimis lagi mengacu pada sejarah pertumbuhan hashrate yang ada.
Jadi, sebagai efek dari adanya pengurangan reward blok ini, akan ada dua skenario besar yang akan terjadi tentang masa depan Bitcoin. Baik asumsi pesimis maupun optimis yang masing-masingnya akan cukup berbeda.
Menurut Deetman pada skenario dengan asumsi optimis, daya konsumsi listrik dalam jaringan Bitcoin nantinya berkisar 350-450 Megawatt. Namun jika konsumsi listriknya memakan lebih dari 14 gigawatt di tahun 2020, maka itu akan setara dengan total pembangkit listrik negara Denmark.
Di akhir ulasannya Deetman mengatakan, tentang pemikiran bagaimana sistem Bitcoin bisa memberikan jaminan dan setidaknya bisa bermanfaat bagi lingkungan. Jika saja pada sistem pertambangan para penambang akan tetap dihargai dan bisa tetap menguntungkan, namun mereka juga harus berjanji untuk melakukan pertambangan dengan CPU. Sedangkan proses hashing yang sebenarnya hanya dilakukan oleh beberapa ribu CPU yang dipilih secara acak dan terus akan berubah. Menurutnya itu akan bisa memberikan solusi. Terutama untuk bisa menyingkirkan perlombaan senjata destruktif dengan perangkat yang supercanggih dan cepat. Hal itu akan membuat para penambang lama menjadi kembali berfungsi kembali melakukan perhitungan secara fungsional. Menggunakan sisa-sisa dari mereka untuk membangun kembali penghormatan atas upaya Satoshi.
2 Comments
modal gede…dif juga makin besar..jadi angkat tangan dah..
hanya hobi bermain faucet + trading dah cukup
ya, dan biaya listrik di Indonesia juga mahal, hehehe. Pada akhirnya perlombaan senjata dalam hal Alat menambang ini ya lebih dikuasai oleh orang-orang pemodal besar juga.